Status Sosial dan Pelayanan Hukum
STATUS
SOSIAL DAN PELAYANAN HUKUM
Oleh
Nur Habib Fauzi
NIM.1711143066
Manusia
hidup selalu membutuhkan bantuan manusia yang lain, sehingga munculah hubungan
interaksi antar manusia. Hubungan yang dipicu karena adanya kebutuhan
masing-masing manusia, maka perlulah adanya sesutau yang dapat melindungi hak
masing-masing. Dari itu, dibentuklah sebuah hukum yang dapat membatasi hak
seseorang agar tidak sampai mengambil atau bahkan mendiskrimanasi hak orang
lain. Hukum diciptakan oleh masyarakat, tumbuh dan berkembang secara dinamis di
dalam masyarakat. Hukum yang baik dapat mengubah masyarakat kea rah yang baik.
Dan masyarakat yang baik, akan menciptakan hukum yang baik. Begitupun
sebaliknya. Proses tersebut akan terus berjalan berkesinambungan. Akan tetapi,
hal demikian tidak bisa dengan mudah diciptakan, karena adanya
kepentingan-kepentingan dibalik penciptaan hukum tersebut. Sehingga ketertiban
yang diimpikan akan sangat sulit tercapai.
Menurut
Rouce Pound, hukum adalah alat untuk melakukan rekayasa sosial. Dimana selain
dari keinginan ketertiban di dalam masyarakat, juga dipengaruhi oleh
kepentingan penguasa yang menginginkan perubahan seperti apa di dalam
masyarakat. Hal ini juga hamper sama dengan pendapat menurut Karl Mark bahwa
hukum memihak penguasa. Apakah benar demikian? Mungkin jawabannya akan kita
temui jika kita memperhatikan pelaksanaan hukum disekitar kita. Dalam konteks
Negara Indonesia, secara Normatif berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 27
ayat 1 yang menyatakan bahwa semua warga Negara memiliki kedudukan yag sama
dimata hukum dan pemerintah wajib menjunjung tinggi hukum tanpa ada
pengecualian, dan disebutkan juga dalam pasal 28a s/d 28j UUD 1945. Seharusnya
antara orang kaya dan miskin diperlakukan sama, tidak dipengaruhi sama sekali oleh
status sosial dalam masyarakat.
Berkut adalah
contoh kasus di masyarakat:
Kasus
pertama
KDRT:
Pada awal Januari 2015 kemarin, seorang anggota DPR Jambi dilaporkan oleh
Istrinya ke Polda Jatim dengan tuduhan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Berdasarkan
laporan Ria, sang suami dipergoki sedang bermesraan dengan wanita lain. Kemudian
Ria melempar Amin (Suami) dengan benda. Aminpun langsung berlari menghampiri
Ria dan memukulinya. Dikatakan juga bahwa tindakan kekerasan itu dilakukan oleh
kedua adik min, Aman dan Ahmad.
Pihak
kepolisianpun melakukan penyidikan setelah melayangkan surat izin kepada
Gubernur, karena Amin adalah anggota Dewan aktif.
Berdasarkan
penyelidikan, Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Almansyah mengatakan tersangka
dikenakan pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun kurungan penjara.
Keterengan lebih
jelasnya silahkan buka
Kasus
kedua
Masih
dalam kasus yang sama, di Pacitan pada 20 Oktober tahun lalu Nur Wahyudi warga
desa Ketupang dilaporkan Istrinya (Watini
Fitriani) ke Mapolres Pacitan karena telah melakukan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Berdasarkan laporan dari kedua belah pihak, Nur Wahyudi tega memukul
sang istri lantaran dibakar api cemburu karena memergoki sang istri yang sedang
bermesrahan dengan laki-laki lain.
Berdasarkan
penyelidikan, Kapolres Pacitan AKBP Wahyono yang dikonfirmasi melalui Kasat
Reskrim Polres Pacitan, AKBP Sukimin tersangka Nur Wahyudi harus mendekam di
balik jeruji Hotel Prodeo Mapolres Pacitan. Tersangka dapat dijerat dengan UU
23 tahun 2002 tentang KDRT dan pasal 44 ayat 1 dengan ancaman hukuman pidana
penjara paling lama 5 tahun juga pasal 351 KUHP tentang penganiayaan biasa
dengan ancaman pidana paling lama 2 tahun 8 bulan.
Keterangan lebih
lanjut silahkan buka http://rikaoktavebriani.wordpress.com/kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt-pacitan-suami-hajar-istri/
Berikut table perbandingan:
Lapisan Masyarakat
|
Atas
|
Bawah
|
Jenis Pidana
|
KDRT
|
KDRT
|
Terdakwa
|
Amin (Oknum Anggota DPR Jambi)
|
Nur Wahyudi
|
Kerugian Materiil
|
Luka Fisik yang di alami oleh Ria (Istri Amin)
|
Luka Fisik yang dialami Watini Fitriani (Istri Nur Wahyudi)
|
Kerugian Immateriil
|
Terganggunya Psikologi korban KDRT (Trauma) dan rusaknya hubungan
keharmonisan dalam rumah tangga
|
Terganggunya Psikologi korban KDRT (Trauma) dan rusaknya hubungan
keharmonisan dalam rumah tangga
|
Pelayanan Hukum
|
-
Ditetapkan
sebagai tersangka tapi masih menunggu hasil lebih lanjut
-
Dua adiknya
langsung dilakukan penahanan (Aman dan Ahmad).
-
Sedang Amin
tidak, dengan alasan ada pengembangan dan status
|
-
Ditetapkan
sebagai tersangka
-
Langsung
dilakukan penahanan bagi Nur Wahyudi
|
Fasilitas Hukum
|
Dikenakan Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun
penjara
|
Tersangka dapat dijerat dengan :
-
UU No. 23
tahun 2002 tentang KDRT, pasal 44 ayat 1, dengan ancaman paling lama 5 tahun
Penjara
-
Pasal 351
KUHP tentang penganiayaan biasa dengan ancaman pidana penjara paling lama 2
tahun 8 bulan
|
Analisis
Kasus
Dari
kedua kasus dan tebel perbandingan diatas, dapat disimpilkan bahwa dalam kasus
yang sama yaitu KDRT dan sama-sama sebagai WNI, perlakuan terhadap tersangkapun
berbeda. Dimana dalam kasus pertama Amin (Anggota DPRD Jambi)idak langsung
ditahan oleh pihak kepolisian, dengan alas an pengembangan dan status,
sedangkan dua adik Amin (Aman dan Ahmed) langsung ditahan di Polda Jambi. Dan pada
kasus kedua, tersangka Nur Wahyudi langsung ditahan oleh pihak Mapolres
Pacitan. Tidak hanya pelayanan hukumnya saja, akan tetapai fasilitas yang
didapatkan di dalam penjarapun juga berbeda.
Hal ini
juga membuktikan bahwa pernyataan dari Donal Black tentang perlakuan hukum pada
lapisan masyarakat berbeda-beda adalah benar. Banyak sekali contoh kasus lain
yang memperlihatkan adanya perbedaan pelayanan hukum. Diaman mereka yang kaya
dan memilki jabatan yang tinggi akan mendapatkan perlakuan yang menyenangkan
baik dari pihak-pihak penegak hukum. Sedangkan mereka yang miskin atau berada
dalam lapisan masyarakat bawah, hanya bisa pasrah terhadap putusan hakim dan
tentu pelayanan hukumnyapun lebih keras dari pada mereka yang berada dilapisan
masyarakat atas.
Sebenarnya,
perbedaan pelayanan tersebut, tidak hanya dipengaruhi oleh jabatan atau
kekayaan saja, akan tetapi pemahan mengenai hukumpun akan mempengaruhinya. Mereka
yang tau hukum akan dengan berani dalam mempertahankan haknya. Sedang yang
kurang paham atau bahkan tidak tahu hukum hanya bisa diam ketika hak-haknya
dirampas. Sehingga keadilan yang sesungguhnya sangat sulit dicapai.