Sejarah Perkembangan Bank Indonesia
MAKALAH
SEJARAH PERKEMBANGAN
Untuk
memenuhi tugas Matakuliah
“Hukum
Perbankan Indonesia”
Dosen
Pengampu
Zulfatun Nikmah, M.Hum.
Disusun
Oleh:
M.
Stiphan Bhakti Ardiono/NIM.171 114 3 066
Nur
Habib Fauzi/NIM.171 114 3 066
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH 4 C
INSTITUT AGAMA ISLAM
(IAIN) TULUNGAGUNG
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. Wb
Puji syukur
kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, yang
telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang “Sejarah Perkembangan Bank Indonesia”. Penulis menyadari tidak mungkin makalah ini dapat terselesaikan
tanpa dukungan, binaan dan bimbingan baik dari dosen, praktisi dan semua pihak.
Untuk itu lengkap rasanya jika penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1.
Dr.Maftukhin,
M.Ag, selaku Rektor Institut Agama Islam Negri Tulungagung atas kontribusinya.
2. Zulfatun Nikmah, M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perbankan
Indonesia.
Selaku penulis kami
mengharapkan dukungan, kritik serta saran yang membantu sehingga dapat menambah
wawasan kami.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Tulungagung, 14
Maret 2016
Penyusun
BAB I
PENUTUP
A.
LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat sederhana tidak adanya peran Bank dan
lembaga keuangan, mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Namun dalam masyarakat
yang semakin berkembang saat ini, peran Bank dan lembaga keuangan lainnya
sangatlah penting, khusunya sebagai lembagai mediasi antara pihak yang memiliki
dana dan yang membutuhkan dana. Mekanisme aktivitas ekonomi masyarakat modern
dengan peran bank dan lembaga keuangan lain. Secara umum dapat dikatakan, Bank
dan lembaga keuangan menjadi pihak perantara bagi sektor rumah tangga dan
sector industri, khususnya di dalam menyerap dana dari sektor rumah tangga
dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya kepada sektor industri sebagai kredit
investasi. Meskipun dalam prakteknya penyerapan dan penyaluran dana itu sendiri
dapat terjadi baik di dan untuk sektor rumah tangga maupun sektor industri.
Perkembangan Bank Indonesia sebagai bank sentral cukup
menarik untuk dibahas. Mulai awal didirikan pada masa kerajaan Sriwijaya sampai
menjadi lembaga resmi di masa penjajahan Belanda pada
1746 didirikan De Bank van Leening sampai menjadi seperti sekarang ini. Maka
kami telah menyusun makalah ini dengan judul “Sejarah Perkembangan Bank Indonesia”. Kami berharap dengan makalah ini dapat menambah wawasan kami tentang
Bank Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah
dalam makalah ini antara lain:
1.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Bank Indonesia?
2.
Apa
saja Peraturan Bank Indonesia?
3.
Apa
saja Tujuan dan Tugas Bank Indonesia?
4.
Bagaimanakah
Kerjasama Bank Indonesia di kancah Indonesia?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memahami:
1.
Sejarah
Perkembangan Bank Indonesia.
2.
Peraturan
Bank Indonesia.
3.
Tujuan
dan Tuas Bank Indonesia.
4.
Kerjasama
Bank Indonesia di Kancah Dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum
kedatangan bangsa barat, Nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan
internasional. Pada saat itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang
digunakan oleh para pedagang, jalur darat atau lebih dikenal dengan “Jalur Sutra”
dan jalur laut. Melalui perniagaan yang kedua itulah komodite ekspor dari
wilayah Nusantara yang antara lain berupa: rempah-rempah, kayu wangi, kapur
barus dan kemenyan, sampai di pasaran India dan kekaisaran Romawi (Byzantium).
Pada masa sebelum kedatangan bangsa barat, ada dua kerajaan utama di Nusantara
yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan Internasional, yaitu
Sriwijaya dan Majapahit.
Pada
abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang berupaya memperluas wilayah
penjelajahannya di berbagai belahan dunia, termasuk Asia dan Nusantara.
Penjelajahan tersebut dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang kemudian
diikuti oleh Belanda, Inggris dan Perancis. Pada abad ke-16 dan 17 berbagai
perkembangan telah terjadi di Eropa, antara lain munculnya paham merkantilisme,
yaitu suatu sistem ekonomi yang memusatkan wewenang pengaturan ekonomi di
tangan pemerintah.
Pada
1511 Portugis berhasil menguasai Malaka dan terus bergerak ke arah timur menuju
sumber rempah-rempah di Maluku. Kemudian bangsa Belanda dengan diperkuat armada
tentaranya juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di Jawa
dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu perusahaan induk penghimpun
perusahan-perusahaan dagang Belanda, mereka mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada
1619. Untuk memperlancar dan mempermudah aktifitas perdagangan VOC di
Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank
van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di
Nusantara.
DJB Periode
Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Pecahnya
Perang Dunia II di Eropa terus menjalar hingga ke wilayah Asia-Pasifik, militer
Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia menuju Asia
Tenggara. Setelah menduduki Jawa pada Februari-Maret 1942, bala tentara Jepang
memaksa penyerahan seluruh asset bank kepada Tentara Pendudukan Jepang.
Selanjutnya pada April 1942 diumumkan suatu banking-moratorium
tentang adanya penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank. Beberapa bulan
kemudian Pimpinan Tentara Jepang untuk pulau Jawa yang berada di Jakarta
mengeluarkan ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda,
Inggris dan beberapa bank Cina. Ordonansi serupa juga dikeluarkan oleh Komando
Militer Jepang di Singapura untuk bank-bank di Sumatera. Sedangkan kewenangan
likuidasi bank-bank di Kalimantan dan Great
East diberikan kepada Navy Ministry di
Tokyo.
Fungsi
dan tugas dari bank-bank yang dilikuidasi diambil alih oleh bank-bank Jepang
seperti Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank dan Mitsui Bank, yang pernah ada sebelumnya dan ditutup oleh Belanda
saat mulai pecah perang. Sampai pertengahan Agustus 1945 di Jawa telah
diedarkan invansion money senilai 2,4
Milyar Gulden dan di Sumatera senilai 1,4 Milyar Gulden serta dalam nilai lebih
kecil diedarkan di Kalimantan dan Sulawesi. Sejak 15 Agustus 1945 juga masuk
dalam peredaran senilai 2 Milyar Gulden, sebagian berasal dari uang yang
ditarik dari bank-bank Jepang di Sumatera dan sebagian dicuri dari DJB Surabaya
serta beberapa tempat lainnya. Hingga Maret 1946 jumlah uang beredar di wilayah
Hindia Belanda berjumlah sekitar 8 Milyar Gulden. Hal tersebut menimbulkan
hancurnya nilai mata uang dan memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda
DJB Periode
Revolusi (1945 – 1950)
Setelah
Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamirkan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945
telah disusun Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan dasar bagi kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang ditujukan bagi kesejahteraan rakyat
yang adil dan makmur. Penetapan landasan dasar bagi kehidupan dan pembangunan
ekonomi mendapat perhatian yang besar dalam UUD 1945. Hal tersebut tercermin
dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII pasal 23 Hal Keuangan yang menyatakan
cita-cita membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia untuk memperkuat
adanya kesatuan wilayah dan kesatuan ekonomi moneter.
Sementara
itu dengan membonceng tentara Sukutu, Belanda kembali mencoba menduduki wilayah
yang pernah dijajahnya. Maka dalam wilayah Indonesia terdapat dua pemerintahan
yaitu: Pemerintahan Republik Indonesia, yang berkedudukan di Jakarta lalu
hijrah ke Yogyakarta dan Pemerintahan Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA) yang juga
berpusat di Jakarta. Pada 10 Oktober 1945, NICA membuka akses kantor-kantor
pusat Bank Jepang di Jakarta dan menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi
menggambil alih peran Nanpo Kaihatsu Ginko. Tidak lama kemudian DJB berhasil
membuka sembilan cabangya di wilayahwilayah yang dikuasai oleh NICA.
Cabang-cabang tersebut antara lain: Jakarta, Semarang, Manado, Surabaya,
Banjarmasin, Pontianak, Bandung, Medan dan Makassar. Berikutnya melalui Agresi
Militer I, DJB berhasil membuka kembali kantor cabang Palembang, Cirebon,
Malang dan Padang. Sedangkan cabang-cabang DJB di Yogyakarta, Solo dan Kediri
berhasil dibuka setelah Agresi Militer II.
Sedangkan
di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia, pada 19 Oktober 1945 dibentuk
Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia). Tidak lama kemudian
Yayasan Bank Indonesia melebur dalam Bank Negara Indonesia sebagai bank
sirkulasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/1946.
Namun demikian situasi perang kemerdekaan dan terbatasnya pengakuan dunia
sangat menghambat peran BNI sebagai bank sirkulasi. Selanjutnya untuk
mempersiapkan penerbitan mata uang RI, Pemerintah mengeluarkan Maklumat
Pemerintah RI No. 2 dan 3. Kedua Maklumat tersebut mengumumkan tidak berlakunya
uang NICA di wilayah RI dan penetapan beberapa jenis uang yang berlaku sebagai
alat pembayaran yang sah di wilayah RI.
Oeang
Repoeblik Indonesia (ORI) diterbitkan pertama kali pada 30 Oktober 1946. Dengan
keluarnya ORI, maka uang Jepang serta uang Belanda dinyatakan tidak berlaku
sampai melalui jangka waktu penarikan yang ditentukan. Permasalahan keamanan
akibat perang yang terus berlangsung menyebabkan terhambatnya peredaran ORI ke
segenap wilayah Indonesia. Maka Pemerintah Pusat memberikan wewenang dan
jaminan kepada Pemerintah Daerah tertentu untuk menerbitkan uang kertas atau
tanda pembayaran yang sah dan berlaku secara terbatas di daerah yang
bersangkutan. Uang tersebut dikenal dengan ORIDA dan pada waktunya dapat
ditukar dengan ORI.
Periode
Pengakuan Kedaulatan RI hingga Nasionalisasi DJB (1950 – 1953)
Terselenggaranya
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 1949 telah menandai
berakhirnya permusuhan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda. Pada
Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian
dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu, sesuai dengan keputusan
KMB, fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada DJB. Pemerintahan RIS tidak
berlangsung lama, karena 15 Agustus 1950 pemerintah Republik Indonesia Serikat
(RIS) membatalkan isi perjanjian KMB dan memutuskan kembali ke bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Meskipun demikian kedudukan DJB tetap
sebagai bank sirkulasi.
Berakhirnya
kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang terwujud
melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Maka, masih dalam napas
yang sama, timbul keinginan untuk merubah DJB yang masih berstatus swasta untuk
menjadi milik negara. Lebih jauh dari itu, Republik Indonesia sebagai negara
merdeka dan berdaulat seyogyanya harus memiliki bank sentral yang bersifat
nasional. Berkaitan dengan itu pada 28 Mei 1951 Perdana Menteri Sukiman
Wirjosandjojo dihadapan Parlemen mengumumkan kehendak Pemerintah untuk
menasionalisasi DJB. Mendengar pengumuman itu, Dr. Houwink, selaku Presiden
DJB, merasa terkejut karena tidak diberitahu terlebih dahulu, sehingga
mengundurkan diri dari jabatannya. Kemudian Houwink diberhentikan dengan hormat
dan sebagai penggantinya diangkat Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden
DJB baru.
Pada 19 Juni
1951 pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi DJB yang akan mengkaji usulan
langkah nasionalisasi, menyusun RUU nasionalisasi dan sekaligus merancang
undang-undang bank sentral. Selanjutnya pada 15 Desember 1951 diumumkan undang-undang
No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi DJB. Nasionalisasi dilaksanakan melalui
pembelian 99,4% saham DJB senilai 8,9 juta Gulden. Setelah itu Rancangan
Undang-Undang Pokok Bank Indonesia diajukan ke parlemen pada September 1952.
RUU tersebut kemudian disetujui oleh parlemen pada 10 April 1953, disahkan oleh
Presiden pada 29 Mei 1953 dan akhirnya dinyatakan mulai berlaku sejak 1 Juli
1953. Sejak saat itu bangsa Indonesia telah memiliki sebuah lembaga bank
sentral dengan nama Bank Indonesia.[2]
B.
Peraturan Bank Indonesia
Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia. (Pasal 1 Angka 8 UU
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia).[3]
Berikut beberapa peraturan yang mengatur Ruang Lingkup Bank Indonesia:[4]
1.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/14/PBI/2013 tentang
perubahan atas peraturan bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha
Syariah.
2.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 tentang
perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum
Syariah.
3.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tanggal 12
Desembaer 2013 tentang kewajiban penyediaan Modal minimum bank umum.
4.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/11/PBI/2013 tanggal 22
November 2013 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal
5.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
6.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/3/PBI/2013 tanggal 21 Mei
2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat
7.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tanggal 20 Mei
2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum
Konvensional
8.
Peraturan Bank Indonesia 15/1/PBI/2013 tanggal 18 Februari
2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan
9.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27
Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti
Bank, dan masih banyak lainnya.
C.
Tujuan, Tugas Bank Indonesia
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 3 tahun 2004 pasal 4 Bank Indonesia adalah lembaga negara
yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pemerintah dan/pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang diatur dalam
Undang-undang. Kemudian dalam pasal 7 dinyatakan bahwa Bank Indonesia memiliki
Tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.[5]
Kestabilan nilai
rupiah tersebut mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap
barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain (Valuta Asing). Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek
kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara
lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan
harus mempertimbangkan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki tiga tugas yang dikenal
sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu:[6]
1.
Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan dan harus
mempertibangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
2.
Mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran.
3.
Mengatur dan
mengawasi Bank.
Karena hal-hal tersebut memiliki keterkaitan, maka
harus dilakukan secara saling mendukung agar tercapai tujuan Bank Indonesia
secara efektif dan efisien.
Kebijakan
Moneter[7]
Kebijakan moneter merupakan salah satu upaya Bank
Indonesia dalam melaksanakan tugasnya. Kebijakan
ini pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
dan pemerataan pembangunan serta keseimbangan eksternal yaitu keseimbangan
neraca pembayaran serta tercapainya tujuan ekonomi makro yaitu menjaga
stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga
serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Bank Indonesia memiliki upaya pengendalian moneter diantaranya :
1. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Merupakan salah satu instrument moneter Bank Indonesia yang digunakan
untuk mengendalikan jumlah uang Rupiah yang beredar.
2. Penetapan Tingkat Diskonto
Penetapan tingkat
diskonto merupakan upaya pengendalian moneter berikutnya yang digunakan oleh
Bank Indonesia dalam operasi pasar terbuka dan juga dalam menjalankan fungsi
lender of the last resort.
3. Penetapan Cadangan Wajib Minimum / Giro Wajib
Minimum (GWM)
Merupakan kebijakan dalam menetapkan sejumlah aktiva lancar yang harus
dicadangkan oleh setiap bank. Besarnya cadangan wajib minimum yang dikenakan
pada setiap bank ditentukan oleh presentase dari kewajiban segeranya.
4. Kebijakan Nilai Tukar
Kebijakan nilai atau kurs memiliki peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter.
Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi
peningkatan kegiatan dunia usaha.
5. Pengelolaan Cadangan Devisa
Cadangan devisa ini
dikelola Bank Indonesia agar mencapai jumlah yang cukup untuk melaksanakan
kebijakan moneter agar dapat mencapai tujuan likuiditas dan keamanan. Cadangan
devisa yang dikelola Bank Indonesia antara lain terdiri dari emas moneter,
cadangan di IMF, cadangan dalam valuta asing, hak atas devisa yang setiap waktu
dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional, dan tagihan lainnya.
Kebijakan
Sistem Pembayaran Nasional
Kebijakan sistem pembayaran nasional merupakan
tugas ke dua dari tiga pilar Bank Indonesia. Kebijakan ini memberikan tugas
kepada Bank Indonesia untuk mengatur dan menjaga sistem pembayaran nasional,
baik tunai maupun non tunai. Dalam hal sistem pembayaran tunai, Bank Indonesia
memiliki wewenang penuh untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta
mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran.
Kebijakan
dalam Pengaturan dan Pengawasan Bank
Kebijakan mengenai perbankan ini merupakan tugas
terakhir dari tiga pilar Bank Indonesia. Kebijakan ini memuat wewenang dari
Bank Indonesia untuk menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan fungsi pengawasan,
serta mengenakan sanksi terhadap bank. Bank Indonesia melakukan fungsi
pengawasan melalui pemeriksaan berkala dan sewaktu-waktu, serta dengan analisis
laporan yang disampaikan oleh masing-masing bank. Bank Indonesia memiliki arah
kebijakan dalam mengembangkan industri perbankan di masa depan yang dilandasi
oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien untuk
menciptakan kestabilan sistem keuangan agar dapat memajukan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Hubungan Pembagian Keuntungan dan Keuangan Bank Indonesia
-
Apabila
Untung, Bank Indonesia harus menyisihkan uang untuk di setor kepada pemerintah
setelah dipisah dari dana cadangan.
-
Apabila
rugi, maka pemerintah memberikan suntikan dana (kerugian terjadi karena
penurunan nilai tukar mata uang rupiah).
D.
Kerjasama Bank Indonesia
Hubungan Bank
Indonesia dengan Pemerintah seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang nomor
23 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1.
Bertindak sebagai
pemegang kas pemerintah dengan memberikan bunga atas saldo kas pemerintah
sesuai peraturan perundangan.
2.
Bank Indonesia untuk
dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan,
serta menyelesaikan tagihan dan kewajinan keuangan pemerintah terhadap pihak
luar negeri.
3.
Pemerintah wajib
meminta pendapat bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang
kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan
dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang temasuk kewenangan Bank
Indonesia.
4.
Bank Indonesia wajib
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai rancangan
anggaran pendapatan dan belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
5.
Dalam hal pemerintah
akan menerbitkan surat-surat urang Negara, pemerintah wjib terlebih dahulu
berkonsultasi dengan dewan perwakilan rakyat. Bank Indonesia dapat membantu
penerbitn fasilitas pembiayaan darurat dan juga kecuali yang berjangka pendek
dalam rangka operasi pengendalian moneter.
6.
Bank Indonesia dilarang
memberikan kredit kepada pemerintah. Dalam hal Bank Indonesia melanggar
ketentuan tersebut, maka perjanjian pemberian kredit kepada pemerintah tersebut
batal demi hukum[8]
Bank
Indonesia melakukan kerjasama Internasional dengan Negara-negara luar maupun
bergabung dengan Organisasi keuangan internasional. Bergabungnya Indonesia
dengan lembaga/Organisasi keuangan luar negeri guna menyelesaikan permaslahan
ekonomi Nasional dan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan
pembangunan ekonomi.
Ada beberapa
alasan Bank Indonesia menjalin hubungan internasional, antara lain:
1.
Menyelesaikan
Transaksi keuangan Lintas Negara.
2.
Intervensi
bersama untuk nilai tukar mata uang (valuta asing).
3.
Hubungan
koresponden.
4.
Berbagi
informasi mengenai tugas-tugas bank sentral termasuk pengawasan bank (Study
Banding).
5.
Pelatihan
dan penelitian dalam bidang ekonomi dan perbankan.
Dalam hal hubungan Bank Indonesia dengan Dunia
Internasiaonal, maka Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan:[9]
-
Bank Sentral Negara
lain.
-
Organisasi dan
Lembaga Internasional.
Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota
Internasional atau lembaga multilateral adalah Negara maka Bank Indonesia dapt
bertindak untuk dan atas nama Negara Republik Indonesia sebagai anggota. Bank Indonesia tergabung dalam Organisasi Keuangan Internasional
mewakili pemerintah, diantaranya:
1.
Association
of South Asian Nations (ASEAN)
2.
Asian
Development Bank (ADB)
3.
Islamic
Development Bank (IDB)
4.
International
Monetary Fund (IMF)
5.
Manila
Frame Work Group (MFG)
6.
Asia
Pacific Economic Coorperation (APEC)
7.
World
Trade Organization (WTO)
8.
International
Development Association (IDA)
Bank Indonesia juga mewakili dirinya
sendiri sebagai bank entral dalam dunia Internasioanal, antara lain:
1.
The
South East Central Banks Research and training Centre (SEACEN Centre)
2.
The
South East Asian, New Zeland and Australia Forum of Banking Supervision (SEANZA)
3.
The Executive’
Meeting Of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)
4.
ASEAN
Central Bank Forum (ACBF)
5.
Bank
for International Settlement (BIS)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bank Indonesia
sudah ada sejak masa penjajahan ketika pemerintah Belanda ingin memperlancar
dan memperluas jangkauan VOC dengan mendirikan De Bank van Leening pada tahun
1746 yang kemudian diubah namanya menjadi De Bank Courant en Bank van Leening
pada 1752. Kemudian setelah Pemerintahan Belanda di Nusantara digantikan oleh
Jepang semua Bank yang didirikan Belanda di ambil alih oleh Bank Jepang seperti
Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank dan Mitsui.
Setelah
kemerdekaan Indonesia dengan berdasarkan penjelasan UUD 1945 Bab VIII pasal 23
maka dibentukalah Bank sentral dengan nama Bank Indonesia demi memperkuat
adanya kesatuan wilayah dan kesatuan ekonomi moneter nasional.
Bank Indonesia
di atur dalam Undang-Undag No. 23 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 3 tahun
2004. Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga kestabilan nilai mata uang dan
bergerak tanpa campurtangan dari pemerintah. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga
Pilar Bank Indonesia, yaitu: Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
secara berkelanjutan, konsisten, transparan dan harus mempertibangkan kebijakan
umum pemerintah di bidang perekonomian, Mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, Mengatur dan mengawasi Bank.
0 comments :
Post a Comment