Akuntansi Mudharabah
AK: Pembukuan Akad Mudharabab
Oleh: Nur Habib Fauzi
Menurut bahasa, kata
mudharabah berasal dari adh-dharbu fil ardhi, yaitu melakukan perjalanan
untuk berniaga. Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang
yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS
Al-Muzzammil: 20).
Mudharabah disebut juga
qiradh, berasal dari kata qardh yang berarti qath
(sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk
diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. Dalam istilah
fiqh, kata mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua belah pihak, yang
salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan,
sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang
disepakati.
Mudharabah
adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul mal) kepada pengelola
dana (mudharib) untuk melakukan usaha tertentu, dengan pembagian metode
untung dan rugi (profit and loos sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue
sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.[1]
1. Al-Qur’an
... وءاخرون يضربون فى الأرض
يبتغون من فضل الله ..
“… dan
dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT
…” (al-Muzzammil: 20)
فاء ذا قضيت الصلوة فا نتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله ..
“Apabila telah ditunaikan shalat maka
bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT …”
(al-Jumu’ah: 10)
ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضلا من ربكم
“Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk
mencari karunia Tuhanmu ….” (al-Baqarah: 198)
Ayat-ayat yang senada masih
banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang dipandang oleh para fuqoha sebagai
basis dari yang diperbolehkannya mudharabah. Kandungan ayat-ayat di atas
mencakup usaha mudharabah karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan
di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.
2. Al-Hadits
{ روى ابن عباس رضي الله عنهما انه
قال : كان سيدنا العباس بن عبد المطلب إذا دفع المال مضاربة اشترط على صاحبه أن
لايسلك به بحرا ولاينزل به واديا ولا يشترى به دابة ذات كبد رطبة فإن فعل ذلك ضمن
فبلغ شرطه رسول الله صلى الله عليه و سلم فأجازه ن}
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin
Abdul Mutholib “jika memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang
berdahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat
tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani)
{ عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم ثلاث فيهن البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخلاط
البر بالشعير للبيت لا للبيع }
Dari Shalih bin Shuhaib r.a.
bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu
Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
3. Ijma
Di antara ijma’ dalam
mudharabah, adanya riwayat menyatakan bahwa jamaah dari sahabat menggunakan
harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak di tentang oleh
yang lainnya.
4. Qiyas
Mudharabah di qiyaskan
kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain di
antara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak
orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hatanya. Di sisi lain, tidak sedikit
orang yang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan
demikian dengan adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi
kebutuhan kedua golonngan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan mereka.
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Mudharabah
muqayyadah yaitu mudharabah yang pemilik dananya memberikan batasan kepada
pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor
usaha.
Apabila pengelola
dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik
dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi yang
ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.
Mudharabah muthlaqah
adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya
pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi.
Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada mudharib
untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Dalam perbankan syariah
kontrak mudharabah muthlaqah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada
tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank
sebagai pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola dana
penabung. Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik
dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang
memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Mudharabah mutlaqah biasa juga
disebut dengan mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat.
Mudharabah
musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal
atau dananya dalam kerja sama investasi. Di awal kerja sama, akad yang
disepakati adalah akad mudharabah dengan 100% modal dari pemilik dana, setelah
berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan
dengan pemilik dana, pengelola ikut menambahkan modalnya dalam usaha tersebut.
Kemudian akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara akad
mudharabah dan musyarakah.
Factor-faktor
yang harus ada dalam akad mudhrabah:[2]
1.
Pelaku/Transaktor
(pemilik modal ataupun pelaksanan usaha)
2.
Objek
mudharabah (modal dan pekerja)
3.
Persetujuan
kedua belah pihak (ijab qabul)
4.
Keuntungan/Nisbah
Ketentuan dari rukun mudharabah yaitu sebagai berikut:
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama
bertindak sebagai pemilik modal, dan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana
usaha. Sedangkan untuk ketentuan syariahnya yaitu:
a.
Pelaku harus cakap
hukum dan baligh.
b.
Dapat dilakukan
sesama atau dengan non muslim.
c.
Pemilik dana tidak
boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi.
d.
Objek mudharabah
(modal dan kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari
tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai
objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek
mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang
dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk
keahlian, keterampilan, management skill, dan lain-lain.
Menurut Fatawan DSN No. 7 Tahun 2000, bahwa kegiatan usaha harus memperhatikan:
a)
Kegiatan usaha
adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia
mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b)
Penyedia dana tidak
boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi
tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c)
Pengelola tidak
boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.
Ijab kabul atau
persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan wujud dari
prinsip sama-sama rela (an-taraddim minkum). Di sini kedua belah pihak
harus secara rela bersepakat untuk megikatkan diri dalam akad mudharabah. Si
pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si
pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.
Adapun hal spesifik dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang dasar
bagi hasil (revenue sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil,
pernyataan bank sebagai shahibul mal untuk menanggung kerugian kecuali yang
disebabkan oleh kelalaian mudharib, pernyataan hak bank untuk memasuki tempat
usaha dan tempat lainnya untuk mengadakan pengawasan terhadap pembukuan, catatan-
catatan, transaksi mudharib yang berhubungan dengan pembiayaan mudharabah, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang
berhak diterima oleh kedua belah pihak yang berakad.
Nibah
keuntungan atau bagi hasil adalah rasio atau perbandingan pembagian keuntungan
(bagi hasil) berdasarkan kesepakatan antara bank dan penerima pembiayaan[3]
Bagi
Laba (profit sharing) adalah seluruh pendapatan yang dihitung dari
pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana
mudharabah[4]
a.
Prosentase.
Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah
pihak, bukan dinyatakan dengan nilai nominal rupiah tertentu. Jadi nisbah
keuntungan itu misalnya adalah 50:50, 70:30 atau bahkan 99:1. Jadi nisbah
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan bukan berdasarkan porsi setoran
modal. Akan tetapi dapat saja disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar
porsi setoran modal.
b.
Bagi
untung dan bagi rugi. Ketentuan diatas merupakan konsekuensi logis dari
karakteristik akad mudharabah yang tergolong dalam kontrak investasi (natural
uncertainty contract). Dalam kontrak ini return dan timing chash
flow kita tergantung kepada sektor reilnya. Bila laba bisnisnya besar,
kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yang besar pula begitupun sebaliknya.
c.
Jaminan.
Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak boleh
mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebaigaimana dalam akad syirkah lainya.
Untuk menghindari adanya moral hazard dari pihak mudharib yang lalai atau
menyalahi kontrak ini, maka shahih al-mal dibolehkan meminta jaminan tertentu
kepada mudharib. Jaminan ini akan disita oleh shahib al-mal jika terjadi
kerugian karena mudharib melakukan kesalahan, yakni lalai dan/ingkar janji.
Jadi tujuan mengenaan jaminan dalam akad mudharabah adalah untuk menghindari
moral hazard mudharib, bukan untuk mengamankan nilai investasi kita jika
terjadi kerugian karena factor resiko bisnis.
d.
Menentukan
besarnya nisbah. Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan
masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi angka besaran nisbah ini muncul
sebagai hasil tawar menawar atau shahib al-mal dengan mudharib. Angka nisbah
ini bervariasi 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, bahkan 99:1, namun para ahli fiqh
sepakat bahwa nisbah 100:0, tidak dipebolehkan. Dalam praktek diperbankan
modern, tawar menawar nisbah antara pemilik modal dengan bank syariah hanya
terjadi bagi deposan/investor dengan jumlah besar, karena mereka memiliki daya
tawar yang relative tinggi. kondisi ini disebut sebagai special nisbah. Bank
syariah hanya dapat mencantumkan nisbah yang ditawarkan, setelah ini deposan
boleh setuju boleh tidak. Jika tidak setuju , ia dipesilahkan untuk memilih
bank syariah yang lebih menarik.
e.
Cara
menyelesaikan kerugian
Jika
terjadi kerugian, cara menyelesaikanya adalah:
·
Diambil
terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan merupakan pelindung modal.
·
Bila
kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok modal.
Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah
Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman ditetapkan
oleh Bank Indonesia dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut :Meneliti apakah
pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada nasabah,
baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan investasi mudharabah
telah dilakukan.
- Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah.
- Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian investasi mudharabah.
- Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat mudharabah.
- Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah.
1.
Saat Penandatanganan Akad
Mudharabah
Jurnal pada tanggal 1 Agustus
atau saat akad mudharabah ditandatangani terdiri atas jurnal pembukaan rekening
administratif komitmen pembiayaan PT Haniya dan jurnal pembebanan biaya
administrasi.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
01/08/XA
|
Db. Pos lawan komitmen
administratif pembiayaan
|
1.450.000.000
|
|
Kr. Kewajiban komitmen
administratif pembiayaan (izin tarik tgl 10 Agustus sebesar 1.450.000.000)
|
|
1.450.000.000
|
|
Db. Kas/Rekening nasabah -PT.
Haniya
|
14.500.000
|
|
|
Kr. Pendapatan administrasi
|
|
14.500.000
|
2.
Penyerahan Investasi Mudharabah
Usaha mudharabah dianggap mulai
berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana.
Berdasarkan PSAK 105 disebutkan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh
pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas
kepada pengelola dana. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang dibayarkan.
Misalkan tanggal 10 Agustus 20XA,
BMS mencairkan pembiyaan sebesar Rp 1.450.000.000 untuk investasi
mudharabah.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
|
Kradit
|
05/10/XA
|
Db. Investasi mudharabah*
|
1.450.000.000
|
|
Kr. Kas/Rekening nasabah
|
|
1.450.000.000
|
|
05/10/XA
|
Db. Kewajiban komitmen
administratif pembiayaan
|
14.500.000
|
|
Kr. Pos lawan komitmen
administratif pembiayaan
|
|
14.500.000
|
*Dalam
praktik perbankan, istilah “investasi mudharabah”, sebagai mana yang terdapat
dalam PSAK 105, belum umum dipakai. Saat ini perbankan syariah di Indonesia
masih menggunakan istilah “pembiayaan mudharabah”.
3.
Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah
Berdasarkan PSAK 105 par. 22
dinyatakan bahwa pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat
diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari
pengelola dana dan tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi bagi
hasil. Sekiranya hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, bagian tersebut
diakui sebagai piutang.
Bedsdtrikut adalah realisasi laba bruto PT Haniya
selama 10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
No.
|
Bulan
|
Jumlah laba bruto (Rp)
|
Porsi bank 30% (Rp)
|
Tanggal Pembayaran Hasil
|
1
|
Agustus
|
20.000.000
|
6.000.000
|
10 Sep
|
2
|
September
|
50.000.000
|
15 000.000
|
10 Okt
|
3
|
Oktober
|
45.000.000
|
13.500.000
|
10 Nov
|
4
|
November
|
40.000.000
|
12.000.000
|
10 Des
|
5
|
Desember
|
60.000.000
|
18.000.000
|
10 Jan
|
6
|
Januari
|
50.000.000
|
15.000.000
|
10 Feb
|
7
|
Februari
|
40.000.000
|
12.000.000
|
10 Mar
|
8
|
Maret
|
50.000.000
|
15.000.000
|
10 Apr
|
9
|
April
|
55.000.000
|
16.500.000
|
05 Jun
|
10
|
Mei
|
60.000.000
|
18.000.000
|
15 Jun
|
Klasifikasi
transaksi di atas yaitu sebagai berikut:
a)
Penerimaan bagi hasil yang
pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pelaporan bagi hasil, seperti pada
bulan Agustus, September, Oktober November, Desember, Januari, Februari, Maret.
Bentuk transaksinya sebagai berikut:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/09/XA
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
6.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
6.000.000
|
|
10/10/XA
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
15.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
15.000.000
|
|
10/11/XA
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
13.500.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
13.500.000
|
|
10/12/XA
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
12.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
12.000.000
|
|
10/01/XB
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
18.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
18.000.000
|
|
10/02/XB
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
12.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
12.000.000
|
|
10/03/XB
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
15.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
15.000.000
|
|
10/04/XB
|
Db. Kas/Rekening nasabah
|
15.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
|
15.000.000
|
b) Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya
berbeda dengan tanggal pelaporan bagi hasil seperti pada bulan April dan Mei. Berdasarkan
PSAK 105 disebutkan bahwa bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, maka
bagian tersebut diakui sebagai piutang. Bentuk transaksinya adalah sebagai
berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Bebit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/05/XB
|
Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah
|
16.500.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah – akrual
|
|
16.500.000
|
|
05/06/XB
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
16.500.000
|
|
Kr. Piutang pandapatan bagi hasil mudharabah
|
|
16.500.000
|
|
10/06/XB
|
Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah
|
18.000.000
|
|
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah – akrual
|
|
18.000.000
|
|
15/06/XB
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
18.000.000
|
|
Kr. Piutang pandapatan bagi hasil mudharabah
|
|
18.000.000
|
4.
Saat Akad Berakhir
Pada tanggal 10 juni, saat jatuh
tempo, PT Haniya malunasi investasi mudharabah sebesar Rp 1.450.000.000. Maka,
jurnal transaksi tersbut adalah sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/06/XB
|
Db. Kas/rekening nasabah
|
1.450.000.000
|
|
Kr. Investasi mudharabah
|
|
1.450.000.000
|
5.
Penyajian dan Pengungkapan
Transaksi Mudharabah
Penyajian
Investasi mudharabah atau
transaksi mudharabah disajikan dalam laporan keuangan (pada bagian asset)
sebesar nilai tercatat (PSAK 105 paragraf 36).
Pengungkapan
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 38
dan PAPSI (2006) terdapat beberapa hal yang harus diungkap dalam transaksi
mudharabah. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Isi kesepakatan utama usaha
mudharabah (PSAK 105 paragaraf 38a)
2.
Rincian jumlah investasi
mudharabah berdasarkan jenisnya (PSAK 105 paragraf 38b)
3.
Jumlah investasi mudharabah yang
diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PAPSI, 2006)
4.
Jumlah investasi mudharabah yang
telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang mudharabah yang
direstrukturisasi selam periode berjalan (PAPSI, 2006)
5.
Metode yang digunakan untuk
menentukan penyisihan khusus dan umum (PAPSI, 2006)
6.
Kebijakan manajemen dan
pelaksanaan pengendalian resiko portofolio investasi mudharabah (PAPSI, 2006)
7.
Besarnya investasi mudharabah
bermasalah dan penyisihannya untuk setiap sektor ekonomi (PAPSI, 2006)
8.
Kebijakan dan metode yang
dipergunakan dalam penanganan mudharabah bermasalah (PAPSI, 2006)
9.
Ikhtisar investasi mudharabah
yang dihapus buku (PAPSI, 2006)
10.
Kerugian atas penurunan nilai
investasi mudharabah (apabila ada) (PAPSI, 2006)
bagaimana skema transaksi mudharabah?
ReplyDelete