Akuntansi Mudharabah

Sunday, March 6, 2016

Akuntansi Mudharabah



                                                AK: Pembukuan Akad Mudharabab
                                                                                                           Oleh: Nur Habib Fauzi
 

Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari adh-dharbu fil ardhi, yaitu melakukan perjalanan untuk berniaga. Allah swt berfirman:

Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS Al-Muzzammil: 20).
Mudharabah disebut juga qiradh, berasal dari kata qardh yang berarti qath (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. Dalam istilah fiqh, kata mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan usaha tertentu, dengan pembagian metode untung dan rugi (profit and loos sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.[1]

1.      Al-Qur’an
... وءاخرون يضربون فى الأرض يبتغون من فضل الله ..
 “… dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT …” (al-Muzzammil: 20)
فاء ذا قضيت الصلوة فا نتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله ..
Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT …” (al-Jumu’ah: 10)
ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضلا من ربكم
Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu ….” (al-Baqarah: 198)
Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya mudharabah. Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.
2.       Al-Hadits
{ روى ابن عباس رضي الله عنهما انه قال : كان سيدنا العباس بن عبد المطلب إذا دفع المال مضاربة اشترط على صاحبه أن لايسلك به بحرا ولاينزل به واديا ولا يشترى به دابة ذات كبد رطبة فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول الله صلى الله عليه و سلم فأجازه ن}
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib “jika memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani)
{ عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ثلاث فيهن البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخلاط البر بالشعير للبيت لا للبيع }
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
3.      Ijma
Di antara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat menyatakan bahwa jamaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak di tentang oleh yang lainnya.
4.      Qiyas
Mudharabah di qiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hatanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang yang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian dengan adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golonngan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.


Secara umum, mudharabah terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Mudharabah muqayyadah yaitu mudharabah yang pemilik dananya memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha. 
Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Dalam perbankan syariah kontrak mudharabah muthlaqah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank sebagai pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung. Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Mudharabah mutlaqah biasa juga disebut dengan mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat.

Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Di awal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan 100% modal dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu  dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola ikut menambahkan modalnya dalam usaha tersebut. Kemudian akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara akad mudharabah dan musyarakah.

Factor-faktor yang harus ada dalam akad mudhrabah:[2]
1.    Pelaku/Transaktor (pemilik modal ataupun pelaksanan usaha)
2.    Objek mudharabah (modal dan pekerja)
3.    Persetujuan kedua belah pihak (ijab qabul)
4.    Keuntungan/Nisbah

Ketentuan dari rukun mudharabah yaitu sebagai berikut:

Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal, dan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha. Sedangkan untuk ketentuan syariahnya yaitu:
a.    Pelaku harus cakap hukum dan baligh.
b.    Dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim.
c.    Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi.
d.   Objek mudharabah (modal dan kerja)

Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, management skill, dan lain-lain. Menurut Fatawan DSN No. 7 Tahun 2000, bahwa kegiatan usaha harus memperhatikan:
a)    Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan  pengawasan.
b)   Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c)    Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.

Ijab kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela (an-taraddim minkum). Di sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk megikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Adapun hal spesifik dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang dasar bagi hasil (revenue sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil, pernyataan bank sebagai shahibul mal untuk menanggung kerugian kecuali yang disebabkan oleh kelalaian mudharib, pernyataan hak bank untuk memasuki tempat usaha dan tempat lainnya untuk mengadakan pengawasan terhadap pembukuan, catatan- catatan, transaksi mudharib yang berhubungan dengan pembiayaan mudharabah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang berakad.

Nibah keuntungan atau bagi hasil adalah rasio atau perbandingan pembagian keuntungan (bagi hasil) berdasarkan kesepakatan antara bank dan penerima pembiayaan[3]
Bagi Laba (profit sharing) adalah seluruh pendapatan yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah[4]
a.    Prosentase. Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dengan nilai nominal rupiah tertentu. Jadi nisbah keuntungan itu misalnya adalah 50:50, 70:30 atau bahkan 99:1. Jadi nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan bukan berdasarkan porsi setoran modal. Akan tetapi dapat saja disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar porsi setoran modal.
b.    Bagi untung dan bagi rugi. Ketentuan diatas merupakan konsekuensi logis dari karakteristik akad mudharabah yang tergolong dalam kontrak investasi (natural uncertainty contract). Dalam kontrak ini return dan timing chash flow kita tergantung kepada sektor reilnya. Bila laba bisnisnya besar, kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yang besar pula begitupun sebaliknya.
c.    Jaminan. Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebaigaimana dalam akad syirkah lainya. Untuk menghindari adanya moral hazard dari pihak mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak ini, maka shahih al-mal dibolehkan meminta jaminan tertentu kepada mudharib. Jaminan ini akan disita oleh shahib al-mal jika terjadi kerugian karena mudharib melakukan kesalahan, yakni lalai dan/ingkar janji. Jadi tujuan mengenaan jaminan dalam akad mudharabah adalah untuk menghindari moral hazard mudharib, bukan untuk mengamankan nilai investasi kita jika terjadi kerugian karena factor resiko bisnis.
d.   Menentukan besarnya nisbah. Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar menawar atau shahib al-mal dengan mudharib. Angka nisbah ini bervariasi 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, bahkan 99:1, namun para ahli fiqh sepakat bahwa nisbah 100:0, tidak dipebolehkan. Dalam praktek diperbankan modern, tawar menawar nisbah antara pemilik modal dengan bank syariah hanya terjadi bagi deposan/investor dengan jumlah besar, karena mereka memiliki daya tawar yang relative tinggi. kondisi ini disebut sebagai special nisbah. Bank syariah hanya dapat mencantumkan nisbah yang ditawarkan, setelah ini deposan boleh setuju boleh tidak. Jika tidak setuju , ia dipesilahkan untuk memilih bank syariah yang lebih menarik.
e.    Cara menyelesaikan kerugian
Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikanya adalah:
·      Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan merupakan pelindung modal.
·      Bila kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok modal.


Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah

Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut :Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan investasi mudharabah telah dilakukan.
  1. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah.
  2. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian investasi mudharabah.
  3. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat mudharabah.
  4. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah.

1.    Saat Penandatanganan Akad Mudharabah
Jurnal pada tanggal 1 Agustus atau saat akad mudharabah ditandatangani terdiri atas jurnal pembukaan rekening administratif komitmen pembiayaan PT Haniya dan jurnal pembebanan biaya administrasi.
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
01/08/XA



Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan
1.450.000.000

Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan (izin tarik tgl 10 Agustus sebesar 1.450.000.000)

1.450.000.000
Db. Kas/Rekening nasabah -PT. Haniya
14.500.000

Kr. Pendapatan administrasi

14.500.000









2.    Penyerahan Investasi Mudharabah
Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 disebutkan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas kepada pengelola dana. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.
Misalkan tanggal 10 Agustus 20XA, BMS  mencairkan pembiyaan sebesar Rp 1.450.000.000 untuk investasi mudharabah.
Tanggal
Rekening
Debit
Kradit
05/10/XA

Db. Investasi mudharabah*
1.450.000.000

Kr. Kas/Rekening nasabah

1.450.000.000
05/10/XA

Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan
14.500.000

Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan

14.500.000








*Dalam praktik perbankan, istilah “investasi mudharabah”, sebagai mana yang terdapat dalam PSAK 105, belum umum dipakai. Saat ini perbankan syariah di Indonesia masih menggunakan istilah “pembiayaan mudharabah”.

3.    Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah
Berdasarkan PSAK 105 par. 22 dinyatakan bahwa pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana dan tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi bagi hasil. Sekiranya hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, bagian tersebut diakui sebagai piutang.
Bedsdtrikut adalah realisasi laba bruto PT Haniya selama 10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal 10 bulan berikutnya.


No.
Bulan
Jumlah laba bruto (Rp)
Porsi bank 30% (Rp)
Tanggal Pembayaran Hasil
1
Agustus
20.000.000
6.000.000
10 Sep
2
September
50.000.000
15 000.000
10 Okt
3
Oktober
45.000.000
13.500.000
10 Nov
4
November
40.000.000
12.000.000
10 Des
5
Desember
60.000.000
18.000.000
10 Jan
6
Januari
50.000.000
15.000.000
10 Feb
7
Februari
40.000.000
12.000.000
10 Mar
8
Maret
50.000.000
15.000.000
10 Apr
9
April
55.000.000
16.500.000
05 Jun
10
Mei
60.000.000
18.000.000
15 Jun

Klasifikasi transaksi di atas yaitu sebagai berikut:
a)    Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pelaporan bagi hasil, seperti pada bulan Agustus, September, Oktober November, Desember, Januari, Februari, Maret. Bentuk transaksinya sebagai berikut:

Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
10/09/XA

Db. Kas/Rekening nasabah
6.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

6.000.000
10/10/XA

Db. Kas/Rekening nasabah
15.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

15.000.000
10/11/XA

Db. Kas/Rekening nasabah
13.500.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

13.500.000
10/12/XA

Db. Kas/Rekening nasabah
12.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

12.000.000
10/01/XB

Db. Kas/Rekening nasabah
18.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

18.000.000
10/02/XB

Db. Kas/Rekening nasabah
12.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

12.000.000
10/03/XB

Db. Kas/Rekening nasabah
15.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

15.000.000
10/04/XB

Db. Kas/Rekening nasabah
15.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

15.000.000
b) Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal pelaporan bagi hasil seperti pada bulan April dan Mei. Berdasarkan PSAK 105 disebutkan bahwa bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, maka bagian tersebut diakui sebagai piutang. Bentuk transaksinya adalah sebagai berikut.

Tanggal
Rekening
Bebit (Rp)
Kredit (Rp)
10/05/XB
Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah
16.500.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah – akrual

16.500.000
05/06/XB
Db. Kas/rekening nasabah
16.500.000

Kr. Piutang pandapatan bagi hasil mudharabah

16.500.000
10/06/XB
Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah
18.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah – akrual

18.000.000
15/06/XB
Db. Kas/rekening nasabah
18.000.000

Kr. Piutang pandapatan bagi hasil mudharabah

18.000.000


4.    Saat Akad Berakhir
Pada tanggal 10 juni, saat jatuh tempo, PT Haniya malunasi investasi mudharabah sebesar Rp 1.450.000.000. Maka, jurnal transaksi tersbut adalah sebagai berikut. 

Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
10/06/XB
Db. Kas/rekening nasabah
1.450.000.000

Kr. Investasi mudharabah

1.450.000.000

5.    Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Mudharabah
Penyajian
Investasi mudharabah atau transaksi mudharabah disajikan dalam laporan keuangan (pada bagian asset) sebesar nilai tercatat (PSAK 105 paragraf 36).

Pengungkapan
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 38 dan PAPSI (2006) terdapat beberapa hal yang harus diungkap dalam transaksi mudharabah. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.        Isi kesepakatan utama usaha mudharabah (PSAK 105 paragaraf 38a)
2.        Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya (PSAK 105 paragraf 38b)
3.        Jumlah investasi mudharabah yang diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PAPSI, 2006)
4.        Jumlah investasi mudharabah yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang mudharabah yang direstrukturisasi selam periode berjalan (PAPSI, 2006)
5.        Metode yang digunakan untuk menentukan penyisihan khusus dan umum (PAPSI, 2006)
6.        Kebijakan manajemen dan pelaksanaan pengendalian resiko portofolio investasi mudharabah (PAPSI, 2006)
7.        Besarnya investasi mudharabah bermasalah dan penyisihannya untuk setiap sektor ekonomi (PAPSI, 2006)
8.        Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan mudharabah bermasalah (PAPSI, 2006)
9.        Ikhtisar investasi mudharabah yang dihapus buku (PAPSI, 2006)
10.    Kerugian atas penurunan nilai investasi mudharabah (apabila ada) (PAPSI, 2006)


[1] Dr. Muhammad, Model-Model Akad Pembiyaan Dibank Syariah,(Yokyaakarta: UII pres), hal.169.
[2] Ir. Adiwarman A. Karim, Bank Islam,(Jakarta: PT Raja Grafido Persada), hal.205.
[3] Dr. Muhammad, loc.cit.
[4] Ibid hal.169

1 comment :