Waria Juga Warga Negara

Wednesday, December 23, 2015

Waria Juga Warga Negara



WARIA JUGA WARGA NEGARA
Oleh: Nur Habib Fauzi

Sebagai mahkluk yang dilengkapi dengan akal dan perasaan, hidup manusia diliputi kepentingan. Sejak dilahirkan sampai meninggal, manusia menyandang kepentingan, seperti makan, tempat tinggal, belajar, bekerja, hidup aman, berkeluarga dan sebagainya. Di sisi lain, dalam hidupnya manusia tidak lepas dari bahaya yang mengancam kepentingannya, sehingga seringkali tidak bisa mencapai kepentingan tersebut, padahal manusia menginginkan agar kepentingannya itu terlindungi dari bahaya dan ancaman.[1]
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sehingga terjadilah interaksi antar manusia demi memenuhi kepentingan mereka masing-masing. Banyaknya interaksi yang terjadi dengan kepentingan yang berbeda-beda tidak menutup kemungkinan bahwa kepentingan orang yang satu berbenturan dengan kepentingan orang lain. Dari itu perlu adanya sesuatu yang dapat melindungi kepentingan setiap orang. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan dibentuknya hukum. Hukum untuk melindungi kepentingan bersama dan demi mewujudkan keharmonisan sosial.
Indonesia merupakan bangsa yang besar, bukan hanya karena jumlah penduduk yang banyak dan wilayah yang begitu luas saja. Akan tetapi, karena Indonesia memiliki ragam budaya, ras, suku, etnis, agama yang bermacam-macam. Dengan keragaman yang dimiliki oleh Indonesia itu, saya sebagai warga negara Indonesia tertarik dengan isu yang baru-baru ini ramai dibicarakan  di media sosial mengenai Waria yang termajinalkan oleh hukum. Sebenarnya Indonesia memilki payung hukum yang dapat membantah isu tersebut. Dalam  Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dalam pasal tersebut jelas bahwa setiap orang yang berstatus sebagai warga negara Indonesia mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama tanpa adanya diskriminasi.

STATUS WARIA
            Waria adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari. Waria telah tercatat lama dalam sejarah dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Walapun terkait dengan kondisi fisik seseorang, gejala waria adalah bagian dari aspek sosial transgenderisme. Seorang laki-laki memilih menjadi waria dapat terkait dengan keadaan biologisnya, orientasi seksual, maupun akibat pengondisian lingkungan pergaulan.[2] Sebutan bencong diberikan kepada seseorang dengan statusnya sebagai waria dan bersifat negatif. Waria merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial di Indonesia, baik ditinjau dari segi psikologis, sosial, norma maupun secara fisik. Kehidupan mereka dengan berpenampilan glamour seringkali mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya sebagai seorang warga negara yang sama di mata hukum, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermasyarakat.
Berdasarkan pengakuan dari seorang waria yang berinisial EN yang beralamat di Ds. Pandean Kec. Durenan Kab. Trenggalek. Dia bekerja sebagai tukang tambal ban di sebelah timur perempatan Durenan. Ia mengaku memiliki dua nama yang berbeda, yaitu nama di KTP (nama asli sebagai seorang laki-laki) dan nama lain sebagai seorang waria. Ia mengakui bahwa ia benar-benar seorang laki-laki sampai ia lulus dari bangku SMP. Ia merasa mulai ada sesuatu yang tidak menyenangkan dengan dirinya ketika berada di bangku SMA. Perasaan yang berbeda ketika berkomunikasi dengan laki-laki dan mulai tidak suka dengan kebiasaan-kebiasaan seorang laki-laki, mulai dari cara berpakaian sampai perilakunya sebagai laki-laki. Sedikit demi sedikit dia mulai bersikap layaknya seorang wanita dengan perilaku feminim yang di tunjukkan. Hal itu terus berlanjut sampai ia masuk di perguruan tinggi. Mendapatkan perlakuan yang berbeda seperti menjadi bahan lelucon dan ejekan sering ia rasakan. Bahkan ia mendapatkan nilai yang tidak memuaskan meskipun rajin mengikuti pelajaran karena sikapnya sebagai seorang waria. Dia juga mengaku mendapatkan perlakuan yang berbeda di Kantor Desa ketika mengurusi Surat Keterang Baik. Statusnya sebagai waria membuatnya dikucilkan di masyarakat dan diremehkan oleh sebagian besar orang. Meskipun sebagai seorang waria, ia menginginkan untuk mendapatkan perlakuan yang sama seperti halnya masyarakat yang lain.
Di kota-kota besar seperti halnya di Jakarta, Surabaya dan Semarang waria seringkali ditemui sebagai seorang pekerja sekskomersial (PSK).  Kebiasaan mereka dengan memakai pakaian yang seksi dan berada di pinggir jalan seperti di alon-alon kota menambah buruk citra dari waria. Meskipun tidak semua waria melakoni pekerjaan sebagai pekerja sekskomersial, akan tetapi disetiap bidang pekerjaan mereka pasti mendapatkan penilaian yang tidak baik. Selain sebagai seorang pekerja sekskomersial, mereka biasanya bekerja sebagai pelayan di warung makan, tukang potong rambut (salon), tata rias artis dan bahkan sebagai pegawai kantor. Tidak semua waria memiliki moral yang buruk karena sudah menyalai takdirnya sebagai laki-laki dengan berpenampilan sebagai seorang perempuan, mereka juga memiliki kemampuan yang patut di acungi jempol dengan kepandaian mereka.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) menyatakan bertugas melindungi semua warga negara termasuk waria dari segala ancaman bahaya dan diskriminasi. Akan tetapi penilaian moralitas atas perilaku waria bukan wewenang mereka, tetapi menjadi urusan Ormas keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.[3] Pemerintah sebenarnya sudah berupaya memberikan perlindungan yang sama terhadap seluruh warga negara sesuai dengan UUD 45 pasal 27. Akan tetapi penilaian moral dan perilaku waria yang menjadi urusan masyarakat umum mengakibatkan seringkali mereka mendapatkan diskriminasi, karena status waria yang minoritas dan kebiasaan mereka yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai dalam mayarakat. Pemerintah dan berbagai organisasi masyarakat sebenarnya sudah berupaya melakukan observasi terhadap waria dengan harapan dapat mengembalikan mereka kepada jati diri sebagai seorang laki-laki.
Hal itu dapat dicapai dengan adanya dukungan dari masyarakat. Status waria sebagai warga negara sebenarnya jelas, karena meskipun mereka berpenampilan sebagai seorang perempuan mereka tetap berstatus sebagai laki-laki yang tercatat dalam KTP mereka. Terkecuali jika mereka sudah melakukan upaya medis untuk mengubah alat kelamin mereka menjadi alat kelamin perempuan. Secara Normatif, mereka mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum karena status gender yang jelas. Hanya saja penilaian yang negatif terhadap perilaku mereka yang menyalahi kaidah-kaidah sosial masyarakatlah yang menyebabkan mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif dari orang lain. Mereka mendapatkan perlindungan yang sama dengan warga negara lainnya oleh pemerintah. Seperti dijelaskan dalam pasal 27 ayat 2 berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak” dan dalam ayat 3 “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”.
Jelaslah bahwa waria juga warga negara yang tidak seharusnya mendapatkan perlakuan diskriminasi. Justru mereka perlu mendapatkan perhatian yang lebih untuk dilindungi hak-haknya dan di jaga dari segala ancaman bahaya selayaknya masyarakat lainnya.



[1] Zulfatun Ni’mah, Sosiologi Hukum-Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 1.
[2] AD Prayudi, Waria dan Perilaku Homoseksual, di akses dari http:// http://www.google.co.id/search?rlz=1C1enID670ID670&aq=f&sourceid=chrome&ie=UTF-8&q=waria+adalah pada pukul 20:08 wib.

2 comments :

  1. .memang benar bahwa seorang waria harus memiliki perlakuan yang sama di mata hukum dan masyarakat karena dengan mengucilkan mereka maka akan merenggut hak-hak dari mereka ..tpi di dalam islam sangat di larang seorang laki yang menyerupai permpuan... jadi mungkin pemerintah harus memiliki sebuah lembaga observasi untuk menyadarkan mereka ke jalan yang benar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. observasi demi mengembalikan jati diri seorang waria dapat tercapai jika mendapatkan dukungan dan bantuan dari semua pihak agar terciptanya keharmonisan sosial.
      terimakasih atas kunjungan dan komentar anda..........

      Delete