Waria Juga Warga Negara
WARIA JUGA
WARGA NEGARA
Oleh: Nur Habib
Fauzi
Sebagai mahkluk
yang dilengkapi dengan akal dan perasaan, hidup manusia diliputi kepentingan. Sejak
dilahirkan sampai meninggal, manusia menyandang kepentingan, seperti makan, tempat
tinggal, belajar, bekerja, hidup aman, berkeluarga dan sebagainya. Di sisi
lain, dalam hidupnya manusia tidak lepas dari bahaya yang mengancam
kepentingannya, sehingga seringkali tidak bisa mencapai kepentingan tersebut,
padahal manusia menginginkan agar kepentingannya itu terlindungi dari bahaya
dan ancaman.[1]
Manusia adalah
mahkluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sehingga
terjadilah interaksi antar manusia demi memenuhi kepentingan mereka
masing-masing. Banyaknya interaksi yang terjadi dengan kepentingan yang
berbeda-beda tidak menutup kemungkinan bahwa kepentingan orang yang satu berbenturan
dengan kepentingan orang lain. Dari itu perlu adanya sesuatu yang dapat
melindungi kepentingan setiap orang. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan
dibentuknya hukum. Hukum untuk melindungi kepentingan bersama dan demi
mewujudkan keharmonisan sosial.
Indonesia merupakan
bangsa yang besar, bukan hanya karena jumlah penduduk yang banyak dan wilayah
yang begitu luas saja. Akan tetapi, karena Indonesia memiliki ragam budaya, ras,
suku, etnis, agama yang bermacam-macam. Dengan keragaman yang dimiliki oleh
Indonesia itu, saya sebagai warga negara Indonesia tertarik dengan isu yang
baru-baru ini ramai dibicarakan di media
sosial mengenai Waria yang termajinalkan oleh hukum. Sebenarnya Indonesia
memilki payung hukum yang dapat membantah isu tersebut. Dalam Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan “Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dalam
pasal tersebut jelas bahwa setiap orang yang berstatus sebagai warga negara
Indonesia mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama tanpa adanya
diskriminasi.
STATUS WARIA
Waria
adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya
sehari-hari. Waria telah tercatat lama dalam sejarah dan memiliki posisi yang
berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Walapun terkait dengan kondisi fisik
seseorang, gejala waria adalah bagian dari aspek sosial transgenderisme. Seorang
laki-laki memilih menjadi waria dapat terkait dengan keadaan biologisnya,
orientasi seksual, maupun akibat pengondisian lingkungan pergaulan.[2] Sebutan
bencong diberikan kepada seseorang dengan statusnya sebagai waria dan bersifat negatif.
Waria merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial di
Indonesia, baik ditinjau dari segi psikologis, sosial, norma maupun secara
fisik. Kehidupan mereka dengan berpenampilan glamour seringkali mendapat
perlakuan yang tidak sepantasnya sebagai seorang warga negara yang sama di mata
hukum, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermasyarakat.
Berdasarkan pengakuan
dari seorang waria yang berinisial EN yang beralamat di Ds. Pandean Kec.
Durenan Kab. Trenggalek. Dia bekerja sebagai tukang tambal ban di sebelah timur
perempatan Durenan. Ia mengaku memiliki dua nama yang berbeda, yaitu nama di
KTP (nama asli sebagai seorang laki-laki) dan nama lain sebagai seorang waria. Ia
mengakui bahwa ia benar-benar seorang laki-laki sampai ia lulus dari bangku SMP.
Ia merasa mulai ada sesuatu yang tidak menyenangkan dengan dirinya ketika
berada di bangku SMA. Perasaan yang berbeda ketika berkomunikasi dengan
laki-laki dan mulai tidak suka dengan kebiasaan-kebiasaan seorang laki-laki, mulai
dari cara berpakaian sampai perilakunya sebagai laki-laki. Sedikit demi sedikit
dia mulai bersikap layaknya seorang wanita dengan perilaku feminim yang di tunjukkan.
Hal itu terus berlanjut sampai ia masuk di perguruan tinggi. Mendapatkan perlakuan
yang berbeda seperti menjadi bahan lelucon dan ejekan sering ia rasakan. Bahkan
ia mendapatkan nilai yang tidak memuaskan meskipun rajin mengikuti pelajaran
karena sikapnya sebagai seorang waria. Dia juga mengaku mendapatkan perlakuan
yang berbeda di Kantor Desa ketika mengurusi Surat Keterang Baik. Statusnya sebagai
waria membuatnya dikucilkan di masyarakat dan diremehkan oleh sebagian besar
orang. Meskipun sebagai seorang waria, ia menginginkan untuk mendapatkan
perlakuan yang sama seperti halnya masyarakat yang lain.
Di kota-kota
besar seperti halnya di Jakarta, Surabaya dan Semarang waria seringkali ditemui
sebagai seorang pekerja sekskomersial (PSK). Kebiasaan mereka dengan memakai pakaian yang
seksi dan berada di pinggir jalan seperti di alon-alon kota menambah buruk
citra dari waria. Meskipun tidak semua waria melakoni pekerjaan sebagai pekerja
sekskomersial, akan tetapi disetiap bidang pekerjaan mereka pasti mendapatkan
penilaian yang tidak baik. Selain sebagai seorang pekerja sekskomersial, mereka
biasanya bekerja sebagai pelayan di warung makan, tukang potong rambut (salon),
tata rias artis dan bahkan sebagai pegawai kantor. Tidak semua waria memiliki
moral yang buruk karena sudah menyalai takdirnya sebagai laki-laki dengan
berpenampilan sebagai seorang perempuan, mereka juga memiliki kemampuan yang
patut di acungi jempol dengan kepandaian mereka.
Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) menyatakan bertugas melindungi semua warga
negara termasuk waria dari segala ancaman bahaya dan diskriminasi. Akan tetapi
penilaian moralitas atas perilaku waria bukan wewenang mereka, tetapi menjadi
urusan Ormas keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama
(NU) dan Muhammadiyah.[3] Pemerintah
sebenarnya sudah berupaya memberikan perlindungan yang sama terhadap seluruh
warga negara sesuai dengan UUD 45 pasal 27. Akan tetapi penilaian moral dan
perilaku waria yang menjadi urusan masyarakat umum mengakibatkan seringkali
mereka mendapatkan diskriminasi, karena status waria yang minoritas dan
kebiasaan mereka yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai dalam
mayarakat. Pemerintah dan berbagai organisasi masyarakat sebenarnya sudah
berupaya melakukan observasi terhadap waria dengan harapan dapat mengembalikan
mereka kepada jati diri sebagai seorang laki-laki.
Hal itu dapat dicapai dengan adanya dukungan
dari masyarakat. Status waria sebagai warga negara sebenarnya jelas, karena
meskipun mereka berpenampilan sebagai seorang perempuan mereka tetap berstatus
sebagai laki-laki yang tercatat dalam KTP mereka. Terkecuali jika mereka sudah
melakukan upaya medis untuk mengubah alat kelamin mereka menjadi alat kelamin
perempuan. Secara Normatif, mereka mendapatkan perlakuan yang sama di mata
hukum karena status gender yang jelas. Hanya saja penilaian yang negatif
terhadap perilaku mereka yang menyalahi kaidah-kaidah sosial masyarakatlah yang
menyebabkan mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif dari orang lain. Mereka mendapatkan
perlindungan yang sama dengan warga negara lainnya oleh pemerintah. Seperti dijelaskan
dalam pasal 27 ayat 2 berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak” dan dalam ayat 3 “Setiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”.
Jelaslah bahwa waria juga warga negara yang
tidak seharusnya mendapatkan perlakuan diskriminasi. Justru mereka perlu
mendapatkan perhatian yang lebih untuk dilindungi hak-haknya dan di jaga dari
segala ancaman bahaya selayaknya masyarakat lainnya.
[1] Zulfatun Ni’mah,
Sosiologi Hukum-Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 1.
[2] AD Prayudi, Waria
dan Perilaku Homoseksual, di akses dari http:// http://www.google.co.id/search?rlz=1C1enID670ID670&aq=f&sourceid=chrome&ie=UTF-8&q=waria+adalah
pada pukul 20:08 wib.
[3] Siwi Tri Puji,
Komnas HAM: Waria Juga Warga Negara, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/05/03/114045-komnas-ham-waria-juga-warga-negara
pada pukul 21:38 wib.
.memang benar bahwa seorang waria harus memiliki perlakuan yang sama di mata hukum dan masyarakat karena dengan mengucilkan mereka maka akan merenggut hak-hak dari mereka ..tpi di dalam islam sangat di larang seorang laki yang menyerupai permpuan... jadi mungkin pemerintah harus memiliki sebuah lembaga observasi untuk menyadarkan mereka ke jalan yang benar.
ReplyDeleteobservasi demi mengembalikan jati diri seorang waria dapat tercapai jika mendapatkan dukungan dan bantuan dari semua pihak agar terciptanya keharmonisan sosial.
Deleteterimakasih atas kunjungan dan komentar anda..........