Mahasiswa dan Kepatuhan Hukum
MAHASISWA DAN
KEPATUHAN HUKUM
Oleh: Nur Habib
Fauzi
Mahasiswa
merupakan generasi bangsa yang memilki integritas dan kredibilitas yang
seharusnya mampu membawa Indonesia lebih baik. Mahasiswa memiliki peran yang
sangat penting dalam membawa perubahan besar dalam masyarakat. Mereka sebagai
generasi yang memiiki keilmuan luas dianggap mampu menyelesaikan setiap
permasalahan di negara ini. Mahasiswa memilki empat peran yang sangat penting,
yaitu (1) Agent of Change, mahasiswa sebagai generasi pembawa perubahan dengan
semangat keilmuan mereka. (2) Agent of Control, mahasiswa sebagai generasi yang
seharusnya peduli dengan kejadian di sekitar mereka dengan ikut mengawasi
setiap kebijakan-kebijakan pemerintah agar tidak terjadi diskriminasi hukum.
(3) Moral Force, bahwa mahasiswa memiliki sikap dan perilaku ataupun moral yang
baik sehingga dapat memberikan contoh kepada masyarakat luas. (4) Iron Stock,
bahwa Sumber Daya Manusia dari Mahasiswa tidak akan pernah ada habisnya. Akan
tetapi banyak sekali mahasiswa yang tidak menyadari akan betapa pentingnya
peran mereka terhadap masa depan bangsa ini. Sehingga banyak sekali bermunculan
isu-isu di dunia kampus, seperti mahasiswa abal-abal, wisuda illegal dan yang
sering terdengar adalah mahasiswa kupu-kupu.
Dari hal itu
saya tertarik untuk membicarakan perilaku mahasiswa di dunia kampus. Tidak
hanya dalam kehidupan bermasyarakat saja yang diatur oleh hukum, akan tetapi
dunia pendidikanpun demikian. Setiap perguruan tinggi memilki standart perilaku
yang harus dipatuhi oleh mahasiswanya. Standart perilaku baik dalam bersikap,
berbicara, berbuat dan berbusana ini dirangkum dan dikodifikasi yang kemudian
dinamakan sebagai Kode Etik Mahasiswa (KEM). Setiap perguruan tinggi memiliki
standart perilaku yang berbeda-beda, sesuai dengan beground perguruan tinggi
tersebut. Misalnya Perguruan Tinggi Umum, standart perilakunya berisi
larangan-larangan yang berorientasi perilaku yang baik dan tidak baik dilakukan
berdasarkan penilaian public tanpa adanya pengaruh lain. Sedangkan di Perguruan
Tinggi Agama standart perilakunya harus sesuai dengan nilai-nilai dan
noram-norma agama. Tujuan dengan dibuatnya KEM ini agar tercipta suasana yang
kondusif bagi kelangsungan proses belajar dan pembelajaran dan terwujudnya
mahasiswa yang berlaku baik dalam bersikap dan berbusana.
Setelah saya
membaca isi dari KEM di salah satu perguruan tinggi di tulungagung yaitu IAIN
Tulungagung, terdapat 19 larangan yang tidak boleh dilanggar oleh mahasiswa di
sana. Kemudian saya melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa disana,
dengan mengajukan beberapa pertanyaan, seperti (1) taukah anda mengenai Kode
Etik Mahasiswa di kampus ini? Pernahkah anda melanggar salah satu atau beberapa
larangan dalam Kode Etik Mahasiswa? Mengapa anda melanggar larangan yang
terdapat dalam Kode Etik Mahasiswa ini? Apakah anda tidak setuju dengan
beberapa larangan yang dimuat dalam Kode Etik Mahasiswa ini? Bagaimanakah
tanggapan orang lain ketika anda melanggar Kode Etik Mahaiswa ini? Menurut anda
sanksi yang diberikan bagi pelangar yang sudah tertera dalam Kode Etik
Mahasiswa ini sudah sepantasnya? Dan bagaimanakah tanggapan anda mengenai Kode
Etik Mahasiswa ini?. Berdasarkan beberapa pertanyaan tersebut, hampir keseluruhan
dari mereka pernah melanggar Kode Etik Mahasiswa. Diantaranya pada pasal 6 huruf c yang
mengatakan “Mengendarai sepeda motor berboncengan lebih dari 2 (dua) orang
di dalam kampus”, huruf d “Menggunakan handphone (HP) ketika kuliah
berlangsung”, dan pada huruf h “Memakai kaos oblong, celana atau baju
yang sobek, sarung, sandal dalam mengikuti kegiatan akademik dan layanan
administrasi di kampus” merupan beberapa larangan yang sering dilanggar
oleh sebagian mahasiswa.[1]
Berdasarkan hasil
wawancara saya, dari 10 Mahasiswa yang saya wawancarai 6 dari mereka mengakui
pernah melakukan pelanggaran Kode Etik Mahasiswa karena suatu kebiasaan dan
tidak adanya sanksi yang nyata diberikan. 4 mahasiswa mengakui melanggar karena
memang situasi yang tidak memungkinkan untuk mematuhi peraturan tersebut.
Mereka mengatakan
bahwa tidak ada niatan untuk melanggar Kode Etik Mahasiswa, akan tetapi mereka
melakukan hal tersebut karena situasi dan kondisi yang terjadi. Misalnya pada
waktu musim hujan, banyak mahasiswa khususnya perempuan yang memakai sandal dengan
alasan sepatu basah, jalan banjir dan lain sebagainya. Demikianpun, tanggapan
dari Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) memakluminya karena situasi yang memang
tidak mendukung. Ada juga mahasiswa yang memang sengaja melakukan pelanggaran
Kode Etik dengan memakai kaos oblong dan celana sobek-sobek ketika kuliah
berlangsung hanya untuk mengetahui sanksi apakah yang akan mereka terima. Apakah
sesuai denga isi dari Kode Etik Mahasiswa atau tidak. Ada juga yang melanggar
karena kebiasaan mereka yang memang suka dengan gaya santai dengan kaos oblong,
celana sobek dan memakai sandal. Kebanyakan mereka, menerima denga isi dari
Kode Etik Mahasiswa, akan tetapi mereka seringkali tidak memperdulikan hal
tersebut, mereka beranggapan bahwa yang terpenting adalah mengikuti kegiatan
belajar mengajar, menyelesaikan tugas dan lain sebagainya.
Jika dihubungkan
dengan Ilmu Sosiologi Hukum, mengenai kepatuhan masyarakat mengenai hukum dapat
di gambarkan sebagai perilaku yang sesuai dengan perintah hukum. Pertanyaan yang
sering muncul dengan masalah kepatuhan hukum adalah bagaimana hubungan kepatuhan
hukum dengan setting sosial di mana hukum tersebut dipatuhi masyarakatnya.
Ada beberapa
teori mengenai kepatuhan hukum. Pertama Teori Kovarian, di mana ada
hukum di situ ada kepatuhan. Kedua, Teori Krabbe, yang menyatakan bahwa
tidak ada peraturan yang dapat mengikat manusia, kecuali ia menerimanya
berdasarkan keyakinannya sendiri. Krabbe mengajukan teorinya itu berdasarkan
kepercayaan keagamaan dan kemanusiaannya. Ini adalah masa di mana kepatuhan
hukum dilihat sebagai sesuatu yang mistis. Kemudian teori yang ketiga adalah
teori yang dipaparkan oleh Von Savigny, ia menyatkan bahwa hukum lahir, tumbuh
berkembang dan mati bersama masyarakat. Pernyataan ini mengandaikan bahwa
kepatuhan hukum datang dengan sendirinya oleh masyarakat. Dalam hal ini tidak
dibutuhkan kekuatan di luar masyarakat untuk memaksa masyarakat agar mematuhi
hukum.[2]
Jika kita
sinkronkan antara ketiga teori kepatuhan hukum diatas dengan realita yang
terjadi mengenai kepatuhan Mahasiswa terhadap Kode Etik Mahasiswa IAIN
Tulungagung, maka realita di sana sesuai dengan teori Krabbe. Latar belakang
IAIN yang merupakan Perguruan Tinggi Agama Islam di mana di dalamnya ada
berbagai kajian mengenai ilmu keislaman. Kode Etik Mahasiswapun disesuaikan
dengan ajaran Islam, seperti yang dijelaskan dalam BAB II mengenai Maksud dan
Tujuan, Pasal 2 dijelaskan pada poin pertama huruf a “Menegakkan dan
menjjunjung tinggi nilai ajaran agama Islam”.[3] Kepatuhan
mahasiswa akan isi dari larangan-larangan yang termuat dalam Kode Etik Mahasiswa
terjadi karena mereka menerimanya berdasarkan keyakinan terhadap ajaran Islam.
Artikel diterima. Rajinlah menulis agar semakin terlatih.
ReplyDeleteiya bu, . terimakasih telah mengunjungi blog saya dengan komentar yang menambah semangat saya untuk menulis...
Delete