Mahasiswa dan Kepatuhan Hukum

Tuesday, December 22, 2015

Mahasiswa dan Kepatuhan Hukum



MAHASISWA DAN KEPATUHAN HUKUM
Oleh: Nur Habib Fauzi


Mahasiswa merupakan generasi bangsa yang memilki integritas dan kredibilitas yang seharusnya mampu membawa Indonesia lebih baik. Mahasiswa memiliki peran yang sangat penting dalam membawa perubahan besar dalam masyarakat. Mereka sebagai generasi yang memiiki keilmuan luas dianggap mampu menyelesaikan setiap permasalahan di negara ini. Mahasiswa memilki empat peran yang sangat penting, yaitu (1) Agent of Change, mahasiswa sebagai generasi pembawa perubahan dengan semangat keilmuan mereka. (2) Agent of Control, mahasiswa sebagai generasi yang seharusnya peduli dengan kejadian di sekitar mereka dengan ikut mengawasi setiap kebijakan-kebijakan pemerintah agar tidak terjadi diskriminasi hukum. (3) Moral Force, bahwa mahasiswa memiliki sikap dan perilaku ataupun moral yang baik sehingga dapat memberikan contoh kepada masyarakat luas. (4) Iron Stock, bahwa Sumber Daya Manusia dari Mahasiswa tidak akan pernah ada habisnya. Akan tetapi banyak sekali mahasiswa yang tidak menyadari akan betapa pentingnya peran mereka terhadap masa depan bangsa ini. Sehingga banyak sekali bermunculan isu-isu di dunia kampus, seperti mahasiswa abal-abal, wisuda illegal dan yang sering terdengar adalah mahasiswa kupu-kupu.
Dari hal itu saya tertarik untuk membicarakan perilaku mahasiswa di dunia kampus. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat saja yang diatur oleh hukum, akan tetapi dunia pendidikanpun demikian. Setiap perguruan tinggi memilki standart perilaku yang harus dipatuhi oleh mahasiswanya. Standart perilaku baik dalam bersikap, berbicara, berbuat dan berbusana ini dirangkum dan dikodifikasi yang kemudian dinamakan sebagai Kode Etik Mahasiswa (KEM). Setiap perguruan tinggi memiliki standart perilaku yang berbeda-beda, sesuai dengan beground perguruan tinggi tersebut. Misalnya Perguruan Tinggi Umum, standart perilakunya berisi larangan-larangan yang berorientasi perilaku yang baik dan tidak baik dilakukan berdasarkan penilaian public tanpa adanya pengaruh lain. Sedangkan di Perguruan Tinggi Agama standart perilakunya harus sesuai dengan nilai-nilai dan noram-norma agama. Tujuan dengan dibuatnya KEM ini agar tercipta suasana yang kondusif bagi kelangsungan proses belajar dan pembelajaran dan terwujudnya mahasiswa yang berlaku baik dalam bersikap dan berbusana.
Setelah saya membaca isi dari KEM di salah satu perguruan tinggi di tulungagung yaitu IAIN Tulungagung, terdapat 19 larangan yang tidak boleh dilanggar oleh mahasiswa di sana. Kemudian saya melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa disana, dengan mengajukan beberapa pertanyaan, seperti (1) taukah anda mengenai Kode Etik Mahasiswa di kampus ini? Pernahkah anda melanggar salah satu atau beberapa larangan dalam Kode Etik Mahasiswa? Mengapa anda melanggar larangan yang terdapat dalam Kode Etik Mahasiswa ini? Apakah anda tidak setuju dengan beberapa larangan yang dimuat dalam Kode Etik Mahasiswa ini? Bagaimanakah tanggapan orang lain ketika anda melanggar Kode Etik Mahaiswa ini? Menurut anda sanksi yang diberikan bagi pelangar yang sudah tertera dalam Kode Etik Mahasiswa ini sudah sepantasnya? Dan bagaimanakah tanggapan anda mengenai Kode Etik Mahasiswa ini?. Berdasarkan beberapa pertanyaan tersebut, hampir keseluruhan dari mereka pernah melanggar Kode Etik Mahasiswa.  Diantaranya pada pasal 6 huruf c yang mengatakan “Mengendarai sepeda motor berboncengan lebih dari 2 (dua) orang di dalam kampus”, huruf d “Menggunakan handphone (HP) ketika kuliah berlangsung”, dan pada huruf h “Memakai kaos oblong, celana atau baju yang sobek, sarung, sandal dalam mengikuti kegiatan akademik dan layanan administrasi di kampus” merupan beberapa larangan yang sering dilanggar oleh sebagian mahasiswa.[1]
Berdasarkan hasil wawancara saya, dari 10 Mahasiswa yang saya wawancarai 6 dari mereka mengakui pernah melakukan pelanggaran Kode Etik Mahasiswa karena suatu kebiasaan dan tidak adanya sanksi yang nyata diberikan. 4 mahasiswa mengakui melanggar karena memang situasi yang tidak memungkinkan untuk mematuhi peraturan tersebut.
Mereka mengatakan bahwa tidak ada niatan untuk melanggar Kode Etik Mahasiswa, akan tetapi mereka melakukan hal tersebut karena situasi dan kondisi yang terjadi. Misalnya pada waktu musim hujan, banyak mahasiswa khususnya perempuan yang memakai sandal dengan alasan sepatu basah, jalan banjir dan lain sebagainya. Demikianpun, tanggapan dari Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) memakluminya karena situasi yang memang tidak mendukung. Ada juga mahasiswa yang memang sengaja melakukan pelanggaran Kode Etik dengan memakai kaos oblong dan celana sobek-sobek ketika kuliah berlangsung hanya untuk mengetahui sanksi apakah yang akan mereka terima. Apakah sesuai denga isi dari Kode Etik Mahasiswa atau tidak. Ada juga yang melanggar karena kebiasaan mereka yang memang suka dengan gaya santai dengan kaos oblong, celana sobek dan memakai sandal. Kebanyakan mereka, menerima denga isi dari Kode Etik Mahasiswa, akan tetapi mereka seringkali tidak memperdulikan hal tersebut, mereka beranggapan bahwa yang terpenting adalah mengikuti kegiatan belajar mengajar, menyelesaikan tugas dan lain sebagainya.
Jika dihubungkan dengan Ilmu Sosiologi Hukum, mengenai kepatuhan masyarakat mengenai hukum dapat di gambarkan sebagai perilaku yang sesuai dengan perintah hukum. Pertanyaan yang sering muncul dengan masalah kepatuhan hukum adalah bagaimana hubungan kepatuhan hukum dengan setting sosial di mana hukum tersebut dipatuhi masyarakatnya.
Ada beberapa teori mengenai kepatuhan hukum. Pertama Teori Kovarian, di mana ada hukum di situ ada kepatuhan. Kedua, Teori Krabbe, yang menyatakan bahwa tidak ada peraturan yang dapat mengikat manusia, kecuali ia menerimanya berdasarkan keyakinannya sendiri. Krabbe mengajukan teorinya itu berdasarkan kepercayaan keagamaan dan kemanusiaannya. Ini adalah masa di mana kepatuhan hukum dilihat sebagai sesuatu yang mistis. Kemudian teori yang ketiga adalah teori yang dipaparkan oleh Von Savigny, ia menyatkan bahwa hukum lahir, tumbuh berkembang dan mati bersama masyarakat. Pernyataan ini mengandaikan bahwa kepatuhan hukum datang dengan sendirinya oleh masyarakat. Dalam hal ini tidak dibutuhkan kekuatan di luar masyarakat untuk memaksa masyarakat agar mematuhi hukum.[2]
Jika kita sinkronkan antara ketiga teori kepatuhan hukum diatas dengan realita yang terjadi mengenai kepatuhan Mahasiswa terhadap Kode Etik Mahasiswa IAIN Tulungagung, maka realita di sana sesuai dengan teori Krabbe. Latar belakang IAIN yang merupakan Perguruan Tinggi Agama Islam di mana di dalamnya ada berbagai kajian mengenai ilmu keislaman. Kode Etik Mahasiswapun disesuaikan dengan ajaran Islam, seperti yang dijelaskan dalam BAB II mengenai Maksud dan Tujuan, Pasal 2 dijelaskan pada poin pertama huruf a “Menegakkan dan menjjunjung tinggi nilai ajaran agama Islam”.[3] Kepatuhan mahasiswa akan isi dari larangan-larangan yang termuat dalam Kode Etik Mahasiswa terjadi karena mereka menerimanya berdasarkan keyakinan terhadap ajaran Islam.



[1] Kode Etik Mahasiswa (KEM) IAIN Tulungagung 2015.
[2] Zulfatun Ni’mah, Sosiologi Hukum, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 125-129.
[3] Kode Etik Mahasiswa (KEM) IAIN Tulungagung 2015.                            

2 comments :

  1. Artikel diterima. Rajinlah menulis agar semakin terlatih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya bu, . terimakasih telah mengunjungi blog saya dengan komentar yang menambah semangat saya untuk menulis...

      Delete