November 2015

Monday, November 9, 2015

Paradigma Hukum sebagai Pelayan dan Alat Rekayasa Sosial




Paradigma Hukum sebagai Pelayan dan Alat Rekayasa Sosial
Dalam Undang-undang Pelindungan Anak
Oleh : Nur Habib Fauzi

Anak adalah bagian penting yang tidak terpisahkan dari keberlansungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Agar kelak anak dapat menjadi generasi yang berpengaruh dalam keberlangsungan bangsa dan Negara, maka harus diberikan perlindungan dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya perlindungan guna menjamin kesejahteraan anak dari perlakuan diskriminatif. Dalam hal menjamin kesejahteraan seorang anak, Negara telah memberlakukan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Jauh sebelum diberlakukan undang-undang tersebut, di dalam masyarakat seringkali terjadi perlakuan kekerasan terhadap anak, salah satunya adalah kekerasan seksual. Mirisnya, kekerasan tersebut dilakukan oleh orang-orang terdekat sang anak. Kemudian pada tahun 2002 diberlakukanlah Undang-undang perlindungan anak yang kemudian diamandemen pada tahun 2014 yakni Undang-undang Nomor 35. Dengan diberlakukannya Undang-undang ini, menjelaskan bahwa pemerintah ingin melakukan suatu perubahan sosial mengenai perilaku masyarakat, yang sebelumnya kekerasan terhadap anak merupakan suatu aib atau urusan pribadi keluarga menjadikannya urusan Negara yang harus diawasi bersama. Sehingga perlakuan yag tidak sepantasnya diterima oleh anak bisa berkurang dan bahkan tidak terjadi sama sekali. Hubungan timbal balik antara perubahan hukum dengan perubahan sosial berjalan secara dinamis. Ketika masyarakat dipaksa untuk berubah dengan diberlakukannya hukum baru, maka akan mempengaruhi keberlangsungan hukum itu sendiri. Ketika masyarakat telah berubah menjadi lebih baik sesuai tujuan diberlakukannya hukum tersebut, maka masyarakat juga akan dapat mengubah hukum tersebut kearah yang lebih relevan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ada beberapa pernyataan mengenai perubahan hukum dan perubahan sosial menurut para ahli, diantaranya adalah:
1.      Karl Manheim bahwa “inti dari perubahan sosial ada pada aturan. Jika aturan dirubah maka yang lainpun akan mengkuti”.  
2.      Selo Soemardjan bahwa “perubahan sosial dimulai oleh lembaga sosial yang kemudian mempengaruhi lingkungan diluar lembaga tersebut”.
3.      Soerjono Soekanto bahwa “perubahan dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga sosial, lapisan-lapisan masyarakat, dan lain sebagainya”.
4.      Emile Durkheim bahwa “meningkatnya diferensasi dalam masyarakat, reaksi kolektif terhadap pelanggaran-pelanggaran kaidah-kaidah hukum yang bersifat refresif makin berkurang, sehingga berubah dari refresif menjadi restitutif”.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan Sosial akan lebih cepat terjadi ketika aturan yang diubah, karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat.
            Secara umum, undang-undang perlindungan anak mencerminkan adanya perubahan hukum yang akan memicu perubahan sosial masyarakat, dari UU No. 23 tahun 2002 menjadi UU No. 35 Tahun 2014. Undang-undang ini dibentuk karena kebutuhan masyarakat untuk melindungi hak-hak anak dalam mengembangkan kemampuan atau mengekspresikan dirinya terhadap lingkungan. dalam menganalisis hukum terdapat dua paradigma perubahan, yaitu:
1.      Hukum sebagai pelayan kebutuhan masyarakat agar hukum tidak tertinggal oleh laju perubahan masyarakat.
Ciri-ciri paradigm ini antara lain:
a.       Perubahan hukum atau perubhan sosial diikuti oleh system lain karena dalam kondisi saling ketergantungan.
b.      Hukum selalu menyesuaikan diri pada perubahan sosial.
c.       Hukum berfungsi sebagai alat mengabdi pada perubahan sosial.
Paradigm ini disebut juga sebagai paradigm hukum penyesuaian kebutuhan.
2.      Hukum dapat menciptakan perubhan dalam masyarakat atau setidak-tidaknya dapat memicu perubahan-perubahan.
Ciri-ciri paradigm ini antara lain:
a.       Hukum merupakan alat merekayasa masyarakat.
b.      Hukum merupakan alat merubah masyarakat secara langsung.
c.       Hukum berorientasi masa depan.
Berdasarkan dua paradigm tersebut terdapat beberapa kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
a.       Hukum benar-benar berubah seperti keinginan masyarakat (Full Compliences).
b.      Hukum mempertajam persepsi perubahan dalam masyarakat.
c.       Hukum hanya melakukan retifikasi atau pengesahan atas sesuatu yang benar-benar telah berubah dalam masuarakat.
d.      Hukum berubah, tetapi tidak seperti apa yang diinaginkan oleh masyarakat. Munculnya pendapat yang lebih kuat dari pendapat masyarakat secara umum dalam forum perubahan hukum.

Analisis Pasal UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Dalam Bab II tentang Asas dan Tujuan
Pasal 2
Penyelenggaraan Perlindungan Anak berasakan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prnsip dasarKonvensi Hak-hak Anak meliputi:
a.       Non diskriminasi;
b.      Kepentingan yang terbaik bagi anak;
c.       Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d.      Penghargan terhadap pendapat anak.
Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminai, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahklak mulia, dan sejahtera.

Dalam pasal ini menunjukkan paradigma pertama, yaitu hukum sebagai pelayan masyarakat. Kedudukan Anak sebagai masyarakat, yang kemudian dilindunginya oleh undang-undang sangat jelas bahwa hukum melayani kebutuhan anak dalam menjaga hak-haknya. Hal inipun sesuai dengan ciri-ciri ketiga, yaitu Hukum berfungsi sebagai alat mengabdi terhadap perubahan masyarakat.

Bab III tentang Hak dan Kewajiban Anak
Pasal 6
“Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekpresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.”

Orang tua yang sebelumnya membatasi kehendak anaknya, baik dalam beribadah maupun mengekpresikan dirinya terhadap lingkungan, diubah secarapaksa oleh hukum. Hal-hal yang sebelumnya dianggap tabu, atau bukan urusan pihak diluar keluarganya menjadi urusan pemerintah dan mayarakat dengan memberlakukan Undang-Undang tentang perlindungan Anak. Dengan demikian secara langsung hukum mengubah pola perilaku masyarakat terhadap anaknya. Hal ini menunjukan bahwa pasal 6 merupakan gambaran dari Hukum sebagai alat rekaya sosial (paradigm dua). Semua orang tua di Indonesia akan mematuhi isi dari pasal 6 ini, karena jika tidak akan diancam oleh pasal 77 pada Bab XII tentang ketentuan Pidana yang mengatakan:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan:
a.       Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau
b.       Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental maupun sosial,
c.       Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (serratus juta rupiah).

Kemudian dalam pasal 77 inipun menunjukkn bahwa hukum merupakan alat rekayasa sosial. Dimana ancaman pidana dalam pasal ini akan memaksa semua orang untuk tidak mendiskriminasi atau melakukan kekerasan terhadap anak dan mematuhi aturan-aturan dalam pasal yang lain. Yang berarti pasal 77 juga sebagai paradigma ke 2.

Dengan demikian dapat kita lihat bahwa setiap hukum berisikan dua paradigma, yaitu Hukum sebagai Alat rekayasa Sosial, dan Hukum merupakan pelayan Masyarakat. Tujuan hukum dapat tercapai apabila hukum sesuai dengan kebutuhan dan Nilai-nilai yang ada dalam masayarakat. Karena pada kenyataannya, ketika pemerintah ingin melakukan rekaya sosial dengan memberlakukan hukum,  akan tetapi hukum tesebut tidak sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, maka hukum itupun akan ditolak.



DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Ni’mah, Zulfatun. 2012. Sosiologi Hukum sebuah Pengantar. TERAS. Yogyakarta.
Muliyawan, Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak Pasca Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak, diakses dari http://www.pn-palopo.go.id pada Sabtu, 07 Nopember 2015 pukul 21.45 WIB.