Pengertian Rahn, Wadi'ah dan Kafalah

Sunday, May 8, 2016

Pengertian Rahn, Wadi'ah dan Kafalah


Akad Rahn, Wadi'ah dan Kafalah


Menurut Bahasa, gadai (al-rahn) yaitu penetapan dan penahanan. Menurut istilah syara’ rahn adalah Akad yang Obyeknya menahan harta terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.[1] Sedangkan menurut Syariah adalah menahan sesuatu dengan cara dibenarkan yang memungkinkan ditarik kembali barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syariah sebagai jaminan hutang sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil untangnya semuanya atau sebagian.[2]

وان كنتم على سفر ولم تجدواكانبافرهان مقبوضة (البقره:٢٨٣)
Artinya: “Apabila kamu dalam perjalanan dan tidak ada orang yang menuiskan utang, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. (Al-Baqarah: 283)

رهن رسول الله ص م درعاعند يهودى بالمدينة واخذ منه شعيرالاهله
Artinya:”Rasulullah Saw. merungguhkan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madnah ketika beliau mengutang gandum dari seorang Yahudi.

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ -صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( لَا يَغْلَقُ اَلرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ اَلَّذِي رَهَنَهُ, لَهُ غُنْمُهُ, وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ, وَالْحَاكِمُ, وَرِجَالهُ ثِقَاتٌ. إِلَّا أَنَّ اَلْمَحْفُوظَ عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ وَغَيْرِهِ إِرْسَالُهُ
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Barang gadaian tidak menutup pemilik yang menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugian menjadi tanggungannya”. Riwayat Daruquthni dan Hakim dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Namun yang terpelihara bagi Abu Dawud dan lainnya hadist ini mursal.

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ -صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً, فَهُوَ رِبًا )  رَوَاهُ اَلْحَارِثُ بْنُ أَبِي أُسَامَةَ, وَإِسْنَادُهُ سَاقِطٌ
Artinya: “Dari Ali ra. bahwa Rasulullah Saw. bersada: Setiap hutang yang menarik manfaat adalah riba”. Riwayat Ibn Abu Usamah dan sanadnya terlalu lemah.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا, وَلَبَنُ اَلدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا, وَعَلَى اَلَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ اَلنَّفَقَةُ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Punggung hewan yang digadaikan boleh dinaiki dengan membayar dan susu hewan yang digadaikan boleh diminum dengan membayar. Bagi orang yang menaiki dan meminumnya wajib membayar”. Riwayat Bukhari.

Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa rukun, antara lain:[4]
a.       Akad (Ijab-Qabul)
b.      Akid/Rahin (pihak yang menjaminkan)
c.       Murtahin (Pihak yang menerima jaminan)
d.      Marhun (Barang yang dijadikan jaminan)
e.       Marhun bih (Hutang)

Syarat Rahn[5]
a.       Barang itu sah milik rahin dan berkuasa atas barang tersebut
b.      Barang yang dijaminkan memiliki nilai ekonomis
c.       Marhun tersebut harus jelas ukuran, sifat, jumlah dan nilainya
d.      Nilai marhun harus ditentukan berdasarkan nilai riil
e.       Marhun bisa dipegang atau dikuasai langsung secara hukum positif
f.       Pemilik boleh menggunakan/memanfaatkan marhun namun penggunaannya tidak mengurangi nilai atau harga
g.      Apabila marhun mengalami kerusakan atau cacat ketika digunakan, maka rahin wajib memperbaikinya atau menggantinya.

Bila Marhun hilang dibawah penguasaan murtahin, maka murtahin tidak wajib menggantinya, kecuali bila rusak atau hilangnya karena kelalaian murtahin atau karena disia-siakan.
Perjanjian gadai pada dasarnya adalah perjanjian utang-piutang, hanya saja dalam gadai ada jaminannya. Riba akan terjadi dalam gadai apabila dalam akadgadai ditentukan bahwa rahin harus memberikan tambahan kepada murtahin ketika membayar utangnya atau ketika akad gadai ditentukan syarat-syarat dan syarat tersebut dilaksanakan.



a.  Bagi pihak yang menerima gadai (murtahin)
-       Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi membuat tanda terima atas barang
-       Pada saat menyerahkan uang pinjaman
Jurnal:
Dr. Piutang                                                             xxx
Kr. Kas                                                                        xxx
-       Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Jurnal:
Dr. Kas                                                                   xxx
Kr. Pendapatan                                                           xxx
-       Pada saat mengeluarkan biaya untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Jurnal:
Dr. beban                                                                xxx
Kr. Kas                                                                        xxx
-       Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan membuat tanda serah terima barang
Jurnal:
Dr. Kas                                                                   xxx
Kr. Piutang                                                                  xxx
-       Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian barang dijual oleh pihak yang menggadaikan Penjualan barang gadai jika nilainya sama dengan piutang
Jurnal:
Dr. Kas                                                                   xxx
Kr. Piutang                                                                  xxx
-       Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sejumlah selisih antara nilai penjualan dengan saldo piutang
b.    Bagi pihak yang menggadaikan
Pada saat menyerahkan aset tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima tas penyerahan aset serta membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas barang yang digadaikan
-       Pada saaat menerima uang pinjaman
Jurnal:
Dr. Kas                                                                        xxx
Kr. Utang                                                                    xxx
-       Bayar uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Jurnal:
Dr. Beban                                                                    xxx
Kr. Kas                                                                                    xxx
-       Ketika dilakukan pelunasan atas hutang
Jurnal:
Dr. Beban                                                                    xxx
Kr. Kas                                                                                    xxx
-       Jika pada saat jatuh tempo hutng tidak dapat dilunasi sehingga barang gadai dijual pada saat penjualan barang gadai
Jurnal:
Dr. Kas (utang)                                                           xxx
Dr. Akumulasi Penyisutan (apabila aset tetap)           xxx
Dr. Kerugian (apabila rugi)                                         xxx
Kr. Keuntungan (apabila untung)                                           xxx
Kr. Aset                                                                                   xxx
-       Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai
Jurnal :
Dr. Utang                                                                    xxx
Kr. Kas                                                                                    xxx
-       Jika masih ada kekurangan pembayaran utang setelah penjualan barang gadai tersebut, maka berarti pihak yang menggadaikan masih memiliki saldo utang kepada pihak yang menerima gadai

Menurut Bahasa Wadi’ah adalah seuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaga. Menurut istilah bahwa dijelaskan menurut para ulama’, yaitu:[6]
a.       Menurut Malikiyyah, “Ibarat perwakilan untuk pemeliharaan harta secara mujarad atau pemindahan pemeliharaan sesuatu yang dimiliki secara mujarad yang sah dipindahkan kepada penerima titipan”.
b.      Menurut Hanafiyyah, “Ibarat seseorang menyempurnakan harta kepada yang lain untuk dijaga secara jelas atau sesuatu yang ditinggalkan pada orang terpercaya supaya dijaganya”.
c.       Menurut Syafi’iyyah, “Akad yang dilaksanakan untuk menjaga sesuatu yang dititipkan”.
d.      Menurut Hanabillah, “Titipan, Perwakilan dalam pemeliharaan sesuatu secara bebas (tabaru)”.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapatlah disimpulkan bahwa Wadi’ah adalah akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara layak.

Al-Wadi’ah adalah amanat bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali, firman Allah SWT.:
فان امن بعضكم بعضا فليؤذ الذى اؤتمن امانته وليتق الله ربه (البقراة:٢٨٣)
Artinya: “Jika sebagian kamu mempercayakan sebgian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya dan bertaqwalah kepada Allah sebagai Tubannya”. (Al-Baqarah: 283)

Orang yang menerima barang titipan tidak berkewajiban mengganti benda titipan bila terjadi sesuatu hal, kecuali yang menerima titipan tidak menjaga baranngya atau karena kelalaiannya seperti dijelaskan dalah Hadist riwayat Imam Dar al-Quthni dan riwayat Arar Ibn Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi Saw. bersabda:
من اودع وديعة فلا ضمان عليه (رواه الدارقطنى)
Artinya: “Siapa saja yang dititipi, ia tidak berkewajiban menjamin”. (riwayat Daruquthni)
لاضمان على مؤتمن (رواه البيهقى)
Artinya: “Tidak ada kewajiban menjamin bagi orang yang dititipi amanat”. (riwayat al-Baihaqi)

Menurut Hanafiyyah rukun dari Wadi’ah hanyalah Ijab dan Qabul, sedangkan benda titipan merupakan Syarat. Kemudian dalam Shigat Ijab yang sah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas maupun dengan samara (Isarat) demikian pula dengan qabulnya. Sedangkan untuk pihak-pihak yang dititipi maupun yang menitipi haruslah seseorang yang mukalaf, maka tidak sah apabila yang menitipi adalah orang gila ataupun yang dititipi adalah anak yang belum dewasa.
Sedangkan menurut Syafi’I rukun Wadi’ah ada tiga, yaitu:
a.       Barang yang dititipkan, syarat pada barang yang dititipkan adalah barang yang dapat dimiliki menurut sayara’ dana tau tidak bertentangan dengan syara’.
b.      Yang menitipi dan yang dititipi barang.
c.       Shigat Ijab-qabul, baik dengan ucapan yang jelas maupun ynag samar.

Macam-macam Wadiah
Berdasarkan sifat akadnya, wadiah dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :
a.       Wadiah yad amanah : adalah akad penitipan barang di mana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima.


b.      Wadiah yad dhamanah: Akad penitipan barang di mana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penerima titipan.


Kafalah menurut Bahasa berarti adh dhammu (menggabungkan). Menurut pengertian syariah kafalah berarti proses penggabungan tanggungan kafiil menjadi tanggungan ashiil dalam tuntutan/permintaan dengan materi sama atau utang, atau barang atau pekerjaan. kafalah adalah kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain, kesanggupan untuk mendatangkan barang yang ditanggung atau menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain.[9]

قال لن ارسله معكم حتى تؤتون موثقا من الله لتلتننى به (يوسف:٦٦)
Artinya: “Ya’kub berkata: aku tidak membiarkannya pergi bersamamu, sebelum kau memberikan janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kau pasti membawanya kembali kepadaku”. (Yusuf: 66)
ولمن جاءبه حمل بعير وانا به زعيم (يوسف:٧٢)
Artinya: “dan barang siapa yang dapat mengembalikannya piala raja, maka ia akan memperoleh beban makanan seberat unta dan aku yang menjamin terhadapnya”. (Yusuf 72)
العارية مؤذة ولزعيم غارم (رواه ابو داود)
Artinya: “Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar”. (Riwayat Abu Dawud)
ان نبى ص م حمل عرة دانر ن جو قدلزمه غيمه الى شهر وقضاها عنه (رواه ابوماجه)
Artinya: “Bahwa Nabi Saw. pernah menjamin sepuluh dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan, maka hutang sejumlah itu dibayar kepada penagih”. (riwayat Ibn Majjah)
ن النبىص م امتنع من الصلاة على من عليه دين فقال ابوقتادة صل عليه يارسول الله وعلي دينه فصل عليه (رواه البخارى)
Artinya: “Bahwa Nabi Saw. tidak mau sholat mayit pada mayit yang masih punya utang, maka berkata Abu Qatadah: Sholatlah atasnya ya Rasulallah, saya akan menanggung utangnya, kemudian Nabi menyalatinya”. (riwayat Bukhari)
لاكفالة فى حد (رواه البيهقى)
Artinya: “Tidak ada Kafalah dalam Had”. (riwayat Baihaqi)

Rukun Kafalah
a.       Kafil/Dhamin (Orang yang menanggung)
b.      Makful lah (Orang yang mempunyai haka tau piutang)
c.       Makful ‘anhu (Orang yang mempunyai kewajiban atau utang)
d.      Makful bih (Haka tau kewajiban yang ditanggung)
e.       Shigat Ijab-Qabul

Syarat Makful bih
a.       Berupa hak yang tetap ketika pelaksanaannya akad kafalah
b.      Berupa kewajiban yang tetap
c.       Sesudah diketahui pihak kafil (penanggung) dari segi:
-          Jenis mata uang
-          Kadarnya
-          Bendanya harus diketahui






[1] H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 105.
[2] Trisadi P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2013), hal. 41-42.
[3] Al-Hafidh Imam Ibn Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatul Ahkam, (Tasikmalaya: Dani Hidayat/Pustaka Al-Hidayah).
[4] Hendi Suhendi, op.,cit., hal. 107.
[5] Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad., op.,cit., hal. 42.
[6] Hendi Suhendi,op.,cit. hal. 179-180
[7] Ibid., hal. 182-183.
[8] Ibid., hal. 183.
[9] Trisadini P.Usanti dan Abd. SHomad, op.,cit., hal. 40.
[10] Hendi SUhendi, op., cit., hal. 189-190.
[11] Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, op.,cit., hal. 41.

0 comments :

Post a Comment