Bedah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Thursday, March 16, 2017

Bedah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


Bedah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

A.    Pengertian Hukum Perburuhan Dan Ketenagakerjaan
Hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdiri dari tiga bagian yaitu hukum, buruh dan tenaga kerja. Hukum dapat diartikan sebagai sekumpulan peraturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan terdapat sanksi bagi pihak yang melanggar. Buruh secara yurudis diartikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan orang lain dan mendapatkan upah. Sedang secara istilah dapat diartikan setiap orang yang bekerja sebagai pekerja dan mempunyai majikan dan sebagai buruh mendapatkan upah. Sedangkan tenaga kerja secara yuridis berarti setiap orang yang mampu dan diperbolehkan bekerja oleh Hukum (Undang-Undang), yang dikatakan mampu menurut hukum ialah berusia sekitar 18 tahun – 55 tahun dengan dasar dari factor fisik dan medis. Ada pula batasan-batasan tertentu bagi seseorang yang ingin bekerja tetapi masih berumur 14 tahun yaitu adanya izin dari orang tua dan izin dari wali. Dan bagi yang berumur dibawar 14 tahun dilarang bekerja.
Dengan digantikannya istilah buruh dengan istilah pekerja, konsekuensi istilah hukum perburuhan menjadi tidak sesuai lagi. Perburuhan berasal dari kata “buruh”, yang secara etimologis dapat diartikan dengan keadaan memburuh, yaitu keadaan dimana seorang buruh bekerja pada orang lain (Pengusaha). Dilain pihak ada beberapa sarjana yang pernah mempergunakan hukum ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan berasal dari kata dasar “tenaga kerja” yang artinya “Segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja” (Pasal 1 huruf 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan). Dengan demikian, hukum perburuhan lebih sempit cakupannya daripada hukum ketenagakerjaan karena hanya menyangkut selama tenaga kerja (buruh) melakukan pekerjaan. Disamping itu, subyek yang diatur dalam hukum perburuhan adalah buruh saja, yaitu “ orang yang bekerja pada pihak lain dengan menerima upah,” sedangkan subyek dan obyek hukum ketenaga kerjaan meliputi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. [1]
Berdasarkan penjelasan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Lebih rinci lagi dijelaskan bahwa pengusaha yang dimaksud adalah:
a.       Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
b.      Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya
c.       Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Sedangkan Perusahaan adalah:
a.       Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain
b.      Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pada intinya Hukum merupakan sekumpulan peraturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan terdapat sanksi. Ketenagakerjaan ialah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dengan demikian hukum ketenagakerjaan adalah seluruh peraturan-peraturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang, mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Hukum perburuhan menurut salah satu sumber yang saya dapatkan adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hungungan Idustrial antara pengusaha dan Pekerja atau buruh.[2]
Pengertian hukum ketenagakerjaan yang dulu disebut dengan hukum perburuhan atau arbeidrechts juga sama dengan pengertian hukum itu sendiri yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli hukum. Sebagai beberapa perbedaan pendapat menurut para ahli mengenai pengertian ketenagakerjaan:[3]
1.      Molenaar dalam Asikin menyebut bahwa:
Hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja serta antara tenaga kerja dan pengusaha.
2.      M.G. Levenbach dalam Manulang  menyebutkan bahwa:
Hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja itu.
3.      W.E.H. van Esveld dalam Manulang  menyebut bahwa:
Hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.
4.      Mok dalam Kansil menyebutkan bahwa:
Hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dengan keadaan penghidupan yang langsung bergandengan dengan pekerjaan itu.
5.      Soepomo dalam Manulang menyebutkan bahwa:
Hukum perburuan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
6.      Soetikno dalam Asikin menyebutkan bahwa:
Hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum  mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan yang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut.
7.      Halim menyebutkan bahwa:
Hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/ pegawai maupun pihak majikan.
8.      Daliyo menyebutkan bahwa:
Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh bekerja pada dan dibawah majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasanya.
9.      Syahrani menyebutkan bahwa:
Hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuan, yaitu hubungan antara buruh dengan majikan, dan hubungan antara buruh dan majikan dengan perintah (penguasa).

Secara historis lahirnya hukum ketenagakerjaan terkait erat dengan revolusi Industri di Eropa, khususnya Inggris pada abad ke-19. Revolusi Industri yang ditandai dengan penemuan mesin-mesin uap telah mengubah secara permanen hubungan antara buruh dengan majikan.
Penemuan mesin uap telah mempermudah proses produksi. Namun disisi lain dengan penemuan mesin uap tersebut mengakibatkan Industri kecil yang mengandalkan teknologi manual menjadi kalah saing, baik dalam segi produksi maupun distribusi serta penjualannya. Selain itu, terjadi perubahan yang sangat drastis dimana banyak sekali masyarakat yang berbondong-bondong untuk bekerja dipabrik. Dengan bantuan mesin uap tersebut mengakibatkan upah yang diterima oleh buruh atau pekerja menjadi menurun ditambah jam kerja yang panjang.
Hal tersebut menjadi dasar lahirnya hukum perburuhan di Inggris pada tahun 1802, kemudian menyusul di Jerman dan Perancis pada tahun 1840, sedangkan dibelanda sesudah tahun 1840. Substansi undang-undang ini adalah jaminan perlindungan terhadap kesehatan kerja dan keselamatan kerja.
Usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja tidak berjalan mulus, karena pada masa Revolusi Industri berlangsung teori yang dominan saat itu adalah paham liberalis. Dalam paham tersebut membuat negara tidak boleh melakukan intervensi ke dalam bidang ekonomi kecuali untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
Asal mula adanya hukum ketenagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase. Dapat kita lihat jauh kebelakang bahwa sejak abad 120 SM. Ketika bangsa Indonesia (Nusantara) mulai ada sudah dikenal adanya system gotong royong dimasyarakat. Dimana gotong-royong merupakan suatu system pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga kerja dimasa sibuk dan tidak mengenal istilah balas jasa dalam bentuk materi.
Sifat gotong royong ini mempunyai nilai yang luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan, kebajikan dan hikmah bagi semua orang yang terlibat dalam gotong royong tersebut. Gotong royong inilah yang kemudian menjadi cikal bakal hukum adat tentang ketenagakerjaan. Selain itu gotong royong juga mencirikan budaya bangsa Indonesia.
Kemudian setelah masuk kepada masa kerajaan Hindia belanda menjajah Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat. Tidak hanya itu sikap mereka terhadap para pekerjapun dianggap keji dan tidak berperikemanusiaan. Tindakan belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini dengan mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau jawa. Kemudian tahun 1818 ditetapkan suatu UUD HB (regeling reglement) 1818 berdaarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa paling lambat pada 1-06-1960 perbudakan dihapuskan.
Dalam hukum perburuhan dikenal adanya Pancakrida Hukum Perburuhan yang merupakan perjuangan yang harus dicapai, yakni:
a.       Membebaskan manusia Indonesia dari perbudakan, perhambaan.
b.      Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa
c.       Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari poenale sanksi.
d.      Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan.
e.       Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dengan penguasa/majikan.
Krida satu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap bersamaan dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan pada anggal 17 Agustus 1945.
Untuk mencapai krida keempat dan kelima ada beberapa hal perlu mendapatkan perhatian, yakni:[5]
a.       Pemberdayaan serikat buruh khususnya ditingkat unit/perusahaan dengan memberikan pemahaman terhadap aturan perburuhan yang ada.
b.      Pemberdayaan pekerja dan perusahaan, pekerja pelu diberikan pemahaman terkait hak dan kewajiban mereka dalam bekerja sebagai sarana emperjuangkannya, karena itu tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan “bargaining potition” kecuali dengan memperkut organisasi buruh.
c.       Penegakan hukum, hal ini sangat penting dalam rangka menjamin tercapainya kemanfaatan dari aturan itu, tanpa penegakan hukum yang tegas maka aturan normative tidak berarti.
Perkembangan mengenai hukum perburuhan di Indonesia dengan ditandai oleh lehirnya 4 undang-undang yaitu:
1.      Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
2.      Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang keteagakerjaan
3.      Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial
4.      Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang perlindungan dan pembinaan tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri

1.      Tenaga Kerja dan Buruh
2.      Pemberi kerja
3.      Perencanaan tenaga kerja
Proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
4.      Pelatihan kerja
Keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
5.      Kompetensi kerja
Kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
6.      Pemagangan
Bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusa­haan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
7.      Pelayanan penempatan tenaga kerja
Kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat mem­peroleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutu­hannya.
8.      Tenaga kerja asing
9.      Perjanjian kerja
Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak
10.  Hubungan kerja
Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
11.  Hubungan industrial
Hubungan Industrial adalah suatu hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsadan kebudayaan Indonesia.[7]
12.  Serikat kerja
13.  Peraturan perusahaan
14.  Pemutusan hubungan kerja
Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
15.  Pengawasan ketenagakerjaan
Kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

1.      Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
2.      Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha atau majikan.
3.      Adanya orang bekerja di bawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
4.      Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya.

Untuk memahami hukum ketenagakerjaan maka kita harus mengetahui tentang tujuan-tujuannya antara lain:
a.          Mencapai atau melaksanakan keadilan social dalam bidang ketenagakerjaan.
b.         Melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha, misalnya dengan membuat atau menciptakan peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang terhadap para tenaga kerja sebagai pihak lemah.
Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan pembangunan Ketenagakerjaan bertujuan:
a.       Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
b.      Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
c.       Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
d.      Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Hukum Ketenagakerjaan dapat bersifat perdata (privat) karena mengatur kepentingan orang-perorangan, dalam hal ini adalah antara tenaga kerja dan pengusaha yaitu dimana mereka mengadakan suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian kerja. Selain itu juga bersifat public (Pidana) karena :
a.       Dalam hal-hal tertentu Negara atau pemerintah turut campur tangan dalam masalah-masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam pemutusan hubungan kerja.
b.      adanya sanksi dan aturan didalam setiap undang-undang di bidang ketenagakerjaan.
                            
Aspek hukum ketenagakerjaan indonesia dapat di bagi menjadi tiga yaitu;
a.       Aspek hukum sebelum hubungan kerja:
ü  Penempatan kerja dalam negeri
ü  Penempatan kerja di luar negeri
ü  Laporan lowonga pekerjaan
ü  Laporan ketenagakerjaan di perusahaan
ü  Pelatihan kerja
b.      Aspek hukum dalam hubungan kerja:
ü  Perjanjian kerja
ü  Perlindungan norma kerja
ü  Perngawasan perburuhan
ü  Hubungan industrial
ü  Keselamatan dan kesehatan kerja
ü  Perlindungan upah
ü  Jamsostek
ü  Mogok kerja dan penutupan perusahaan
c.       Aspek hukum setelah hubungan ketenagakerjaan:
ü  pemutusan hubungan kerja
ü  hak-hak tenaga kerja yang di PHK
Jamsostek khusunya untuk progam kematian dan hari tua.



[1] Zaeni Asyhadie,Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Rajawali Pers. 2013) hal 1
[2] Wikipedia, Hukum Perburuhan, diakses dari: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum/Perburuhan pada 07 September 2016 Pukul 21:47 wib.
1 Anggota IKAPI, “Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia”, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm 4-5
[4] Soedarji, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008).
[5] Thoto, Sejarah dan Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, diakses dari http://duniathoto.blogspot.com/2010/07/sejarah-dan-perkembangan-hukum.html?m=1 pada 08 September 2016 Pukul 02:15 wib.
[6] Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
[7] Andrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: SInar Grafika, 2009), hal. 23.
[8] Anggota IKAPI, loc., cit, hal. 5-7.
[9] Ibid hal. 8.
4 Zaeni Asyhadie,”Hukum Kerja”,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 16-19.

0 comments :

Post a Comment