Bedah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Bedah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
A.
Pengertian
Hukum Perburuhan Dan Ketenagakerjaan
Hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdiri dari tiga bagian yaitu
hukum, buruh dan tenaga kerja. Hukum dapat diartikan sebagai sekumpulan peraturan
yang dibuat oleh pihak yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur kehidupan
masyarakat dan terdapat sanksi bagi pihak yang melanggar. Buruh secara yurudis
diartikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan orang lain dan mendapatkan
upah. Sedang secara istilah dapat diartikan setiap orang yang bekerja sebagai
pekerja dan mempunyai majikan dan sebagai buruh mendapatkan upah. Sedangkan
tenaga kerja secara yuridis berarti setiap orang yang mampu dan diperbolehkan
bekerja oleh Hukum (Undang-Undang), yang dikatakan mampu menurut hukum ialah
berusia sekitar 18 tahun – 55 tahun dengan dasar dari factor fisik dan medis.
Ada pula batasan-batasan tertentu bagi seseorang yang ingin bekerja tetapi
masih berumur 14 tahun yaitu adanya izin dari orang tua dan izin dari wali. Dan
bagi yang berumur dibawar 14 tahun dilarang bekerja.
Dengan digantikannya istilah buruh dengan istilah pekerja,
konsekuensi istilah hukum perburuhan menjadi tidak sesuai lagi. Perburuhan
berasal dari kata “buruh”, yang secara etimologis dapat diartikan dengan
keadaan memburuh, yaitu keadaan dimana seorang buruh bekerja pada orang lain
(Pengusaha). Dilain pihak ada beberapa sarjana yang pernah mempergunakan hukum
ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan berasal dari kata dasar “tenaga kerja” yang artinya
“Segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja” (Pasal 1
huruf 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan). Dengan demikian, hukum
perburuhan lebih sempit cakupannya daripada hukum ketenagakerjaan karena hanya
menyangkut selama tenaga kerja (buruh) melakukan pekerjaan. Disamping itu,
subyek yang diatur dalam hukum perburuhan adalah buruh saja, yaitu “ orang yang
bekerja pada pihak lain dengan menerima upah,” sedangkan subyek dan obyek hukum
ketenaga kerjaan meliputi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. [1]
Berdasarkan penjelasan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan Tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Lebih rinci lagi dijelaskan bahwa pengusaha
yang dimaksud adalah:
a.
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
b.
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya
c.
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Sedangkan Perusahaan
adalah:
a.
Setiap bentuk usaha yang
berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau
milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain
b.
Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Pada intinya Hukum merupakan sekumpulan peraturan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan
terdapat sanksi. Ketenagakerjaan ialah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dengan
demikian hukum ketenagakerjaan adalah seluruh peraturan-peraturan yang dibuat
oleh pihak yang berwenang, mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Hukum perburuhan menurut salah satu sumber
yang saya dapatkan adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur pola hungungan Idustrial antara pengusaha dan
Pekerja atau buruh.[2]
Pengertian hukum ketenagakerjaan yang dulu disebut dengan hukum perburuhan
atau arbeidrechts juga sama dengan pengertian hukum itu sendiri yakni
masih beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli hukum. Sebagai
beberapa perbedaan pendapat menurut para ahli mengenai pengertian
ketenagakerjaan:[3]
1.
Molenaar dalam Asikin
menyebut bahwa:
Hukum
perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan
antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja serta
antara tenaga kerja dan pengusaha.
2.
M.G. Levenbach
dalam Manulang menyebutkan bahwa:
Hukum
perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan
itu dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung
bersangkut-paut dengan hubungan kerja itu.
3.
W.E.H. van
Esveld dalam Manulang menyebut bahwa:
Hukum
perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan
dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko
sendiri.
4.
Mok dalam
Kansil menyebutkan bahwa:
Hukum
perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah
pimpinan orang lain dengan keadaan penghidupan yang langsung bergandengan
dengan pekerjaan itu.
5.
Soepomo dalam
Manulang menyebutkan bahwa:
Hukum perburuan
adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan
dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
6.
Soetikno dalam
Asikin menyebutkan bahwa:
Hukum
perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum
mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi
ditempatkan dibawah perintah/pimpinan yang lain dan mengenai keadaan-keadaan
penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut.
7.
Halim
menyebutkan bahwa:
Hukum
perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang
harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/ pegawai maupun pihak
majikan.
8.
Daliyo
menyebutkan bahwa:
Hukum
perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh bekerja pada dan
dibawah majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasanya.
9.
Syahrani
menyebutkan bahwa:
Hukum
perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan
perburuan, yaitu hubungan antara buruh dengan majikan, dan hubungan antara
buruh dan majikan dengan perintah (penguasa).
Secara historis lahirnya hukum ketenagakerjaan terkait erat dengan
revolusi Industri di Eropa, khususnya Inggris pada abad ke-19. Revolusi Industri
yang ditandai dengan penemuan mesin-mesin uap telah mengubah secara permanen
hubungan antara buruh dengan majikan.
Penemuan mesin uap telah mempermudah proses produksi. Namun disisi
lain dengan penemuan mesin uap tersebut mengakibatkan Industri kecil yang
mengandalkan teknologi manual menjadi kalah saing, baik dalam segi produksi
maupun distribusi serta penjualannya. Selain itu, terjadi perubahan yang sangat
drastis dimana banyak sekali masyarakat yang berbondong-bondong untuk bekerja
dipabrik. Dengan bantuan mesin uap tersebut mengakibatkan upah yang diterima
oleh buruh atau pekerja menjadi menurun ditambah jam kerja yang panjang.
Hal tersebut menjadi dasar lahirnya hukum perburuhan di Inggris
pada tahun 1802, kemudian menyusul di Jerman dan Perancis pada tahun 1840,
sedangkan dibelanda sesudah tahun 1840. Substansi undang-undang ini adalah
jaminan perlindungan terhadap kesehatan kerja dan keselamatan kerja.
Usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja
tidak berjalan mulus, karena pada masa Revolusi Industri berlangsung teori yang
dominan saat itu adalah paham liberalis. Dalam paham tersebut membuat negara
tidak boleh melakukan intervensi ke dalam bidang ekonomi kecuali untuk menjaga
keamanan dan ketertiban.
Asal mula adanya hukum ketenagakerjaan di Indonesia terdiri dari
beberapa fase. Dapat kita lihat jauh kebelakang bahwa sejak abad 120 SM. Ketika
bangsa Indonesia (Nusantara) mulai ada sudah dikenal adanya system gotong
royong dimasyarakat. Dimana gotong-royong merupakan suatu system pengerahan
tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk
mengisi kekurangan tenaga kerja dimasa sibuk dan tidak mengenal istilah balas
jasa dalam bentuk materi.
Sifat gotong royong ini mempunyai nilai yang luhur dan diyakini
membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan, kebajikan dan hikmah bagi
semua orang yang terlibat dalam gotong royong tersebut. Gotong royong inilah
yang kemudian menjadi cikal bakal hukum adat tentang ketenagakerjaan. Selain
itu gotong royong juga mencirikan budaya bangsa Indonesia.
Kemudian setelah masuk kepada masa kerajaan Hindia belanda menjajah
Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat. Tidak hanya itu sikap mereka
terhadap para pekerjapun dianggap keji dan tidak berperikemanusiaan. Tindakan
belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini dengan mengeluarkan staatblad 1817
no. 42 yang berisikan larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau jawa.
Kemudian tahun 1818 ditetapkan suatu UUD HB (regeling reglement) 1818
berdaarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa paling lambat pada 1-06-1960
perbudakan dihapuskan.
Dalam hukum perburuhan dikenal adanya Pancakrida Hukum Perburuhan
yang merupakan perjuangan yang harus dicapai, yakni:
a.
Membebaskan
manusia Indonesia dari perbudakan, perhambaan.
b.
Pembebasan manusia
Indonesia dari rodi atau kerja paksa
c.
Pembebasan
buruh/pekerja Indonesia dari poenale sanksi.
d.
Pembebasan
buruh/pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan.
e.
Memberikan
posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dengan penguasa/majikan.
Krida satu sampai dengan krida
ketiga secara yuridis sudah lenyap bersamaan dengan dicetuskannya proklamasi
kemerdekaan pada anggal 17 Agustus 1945.
Untuk mencapai krida keempat dan
kelima ada beberapa hal perlu mendapatkan perhatian, yakni:[5]
a.
Pemberdayaan
serikat buruh khususnya ditingkat unit/perusahaan dengan memberikan pemahaman
terhadap aturan perburuhan yang ada.
b.
Pemberdayaan
pekerja dan perusahaan, pekerja pelu diberikan pemahaman terkait hak dan
kewajiban mereka dalam bekerja sebagai sarana emperjuangkannya, karena itu
tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan “bargaining potition” kecuali dengan
memperkut organisasi buruh.
c.
Penegakan
hukum, hal ini sangat penting dalam rangka menjamin tercapainya kemanfaatan
dari aturan itu, tanpa penegakan hukum yang tegas maka aturan normative tidak
berarti.
Perkembangan mengenai hukum
perburuhan di Indonesia dengan ditandai oleh lehirnya 4 undang-undang yaitu:
1.
Undang-undang
Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
2.
Undang-undang
Nomor 12 tahun 2003 tentang keteagakerjaan
3.
Undang-undang
Nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial
4.
Undang-undang
Nomor 34 tahun 2004 tentang perlindungan dan pembinaan tenaga kerja Indonesia
di Luar Negeri
1.
Tenaga Kerja
dan Buruh
2.
Pemberi kerja
3.
Perencanaan
tenaga kerja
Proses
penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan
acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan
ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
4.
Pelatihan kerja
Keseluruhan
kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi
jabatan atau pekerjaan.
5.
Kompetensi
kerja
Kemampuan kerja
setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
6.
Pemagangan
Bagian dari
sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di
lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan
pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses
produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan
atau keahlian tertentu.
7.
Pelayanan
penempatan tenaga kerja
Kegiatan untuk
mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan
pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.
8.
Tenaga kerja
asing
9.
Perjanjian
kerja
Perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak
10.
Hubungan kerja
Hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai
unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
11.
Hubungan
industrial
Hubungan
Industrial adalah suatu hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan jasa yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan
manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh
dan berkembang di atas kepribadian bangsadan kebudayaan Indonesia.[7]
12.
Serikat kerja
13.
Peraturan
perusahaan
14.
Pemutusan
hubungan kerja
Pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
15.
Pengawasan
ketenagakerjaan
Kegiatan
mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
1.
Serangkaian
peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
2.
Mengatur
tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha atau majikan.
3.
Adanya orang
bekerja di bawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
4.
Mengatur
perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil,
melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya.
Untuk memahami
hukum ketenagakerjaan maka kita harus mengetahui tentang tujuan-tujuannya
antara lain:
a.
Mencapai atau melaksanakan keadilan social
dalam bidang ketenagakerjaan.
b.
Melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang
tidak terbatas dari pengusaha, misalnya dengan membuat atau menciptakan
peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap para tenaga kerja sebagai pihak lemah.
Menurut
Undang-undang Ketenagakerjaan pembangunan Ketenagakerjaan bertujuan:
a.
Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi
b.
Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
c.
Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan
d.
Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Hukum Ketenagakerjaan dapat bersifat perdata (privat) karena
mengatur kepentingan orang-perorangan, dalam hal ini adalah antara tenaga kerja
dan pengusaha yaitu dimana mereka mengadakan suatu perjanjian yang disebut
dengan perjanjian kerja. Selain itu juga bersifat public (Pidana) karena
:
a.
Dalam hal-hal tertentu Negara atau pemerintah
turut campur tangan dalam masalah-masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam
pemutusan hubungan kerja.
b.
adanya sanksi dan aturan didalam setiap
undang-undang di bidang ketenagakerjaan.
Aspek hukum ketenagakerjaan indonesia dapat di bagi menjadi tiga
yaitu;
a.
Aspek hukum sebelum hubungan kerja:
ü Penempatan
kerja dalam negeri
ü Penempatan
kerja di luar negeri
ü Laporan lowonga
pekerjaan
ü Laporan
ketenagakerjaan di perusahaan
ü Pelatihan kerja
b.
Aspek hukum dalam hubungan kerja:
ü Perjanjian
kerja
ü Perlindungan
norma kerja
ü Perngawasan
perburuhan
ü Hubungan
industrial
ü Keselamatan dan
kesehatan kerja
ü Perlindungan
upah
ü Jamsostek
ü Mogok kerja dan
penutupan perusahaan
c.
Aspek hukum setelah hubungan ketenagakerjaan:
ü pemutusan
hubungan kerja
ü hak-hak tenaga
kerja yang di PHK
Jamsostek khusunya
untuk progam kematian dan hari tua.
[1]
Zaeni Asyhadie,Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
(Jakarta: Rajawali Pers. 2013) hal 1
[2] Wikipedia, Hukum Perburuhan, diakses dari: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum/Perburuhan pada 07 September 2016 Pukul 21:47 wib.
[5] Thoto, Sejarah dan Perkembangan Hukum
Ketenagakerjaan di Indonesia, diakses dari http://duniathoto.blogspot.com/2010/07/sejarah-dan-perkembangan-hukum.html?m=1 pada 08 September 2016 Pukul 02:15 wib.
[9]
Ibid hal. 8.
4 Zaeni Asyhadie,”Hukum Kerja”,(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 16-19.
0 comments :
Post a Comment