Prinsip Marketing Syariah

Thursday, March 16, 2017

Prinsip Marketing Syariah


PRINSIP MARKETING SYARIAH

A.      PENGERTIAN
The American Marketing Association merupakan sebuah lembaga yang menjadi acuan kita dalam mempelajari pemasaran, mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan, dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan sasaran perseorangan dan organisasi.
Menurut Kotler dan Lane, pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.[1]
Pengertian pemasaran yang hampir sama dengan pengertian di atas adalah upaya untuk menciptakan dan menjual produk kepada berbagai pihak dengan maksud tertentu. Pemasaran berusaha untuk menciptakan dan mempertukarkan produk baik barang maupun jasa kepada konsumen di pasar yang mana penciptaan produk tersebut didasarkan pada kebutuhan dan keinginan pasar.
Maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah usaha untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen melalui penciptaan suatu produk baik barang maupun jasa yang kemudia dibeli oleh mereka yang memiliki kebutuhan melalui suatu pertukaran.[2]
Pemasaran dapat diterapkan pada barang-barang konsumsi (consumers good), yaitu produk yang dibeli konsumen akhir untuk penggunaan pribadi. Perusahaan yang menjual produk ke konsumen untuk konsumsi pribadi terlibat dalam pemasaran produksi (consumer marketing). Pemasaran juga dapat diterapkan pada barang-barang industry (industrial goods), yaitu produk-produk yang digunakan oleh perusahaan atau organisasi untuk memproduksi produk lain. Perusahaan yang menjual produknya kepada produsen lain untuk diolah terlibat dalam pemasaran industry (industrial marketing).
Selain itu teknik pemasaran dapat juga diterapkan pada jasa (service), yaitu produk-produk yang tidak nyata (intangibles), seperti waktu dan keahlian atau beberapa aktifitas yang dapat dibeli. Pemasaran juga berlaku bagi promosi gagasan, seperti iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Iklan tersebut tidak melibatkan pemasaran produk atau jasa di dalamnya melainkan menekankan pentingnya suatu gagasan[3].
Dalam upaya merintis perajutan jaringan, memasarkan produk atau jasa berbeda konsep dan prosesnya dengan menjual produk. Menjual merupakan bagian dari proses pemasaran itu sendiri, dan menjual tidak akan sukses sebelum tinjauan pemasaran dan rencana penjualan dibuat. Maka dalam pemasaran diperlukan adanya beberapa syarat, yaitu[4]:
1.      Menganalisis pasar yang berubah (membuat ramalan tentang siapa yang kira-kira memerlukan produk/jasa yang dibuat dan mengapa) serta belajar memahami dan menjadi sensitive terhadap pasar dengan jalan terus menerus melakukan peninjauan mengenai kecenderungan.
2.      Nilai kekuatan dan kelemahan potensi usaha.
3.      Pertimbangkan alokasi sumber daya usaha yang terbatas.
4.      Pembuatan rencana usaha masa depan.
Selanjutnya apabila syarat terpenuhi akan langsung ke proses pemasaran, yang terbagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Memastikan calon pembeli/klien potensial.
2.      Mempublikasikan produk/jasa yang ditawarkan.
3.      Kiat menjual produk/jasa yang ditawarkan.



B.       STRATEGI PEMASARAN
Dalam memasarkan suatu produk jasa maupun barang  kita tentu saja butuh strategi agar pemasaran produk tersebut lancar dan banyak orang yang berminat terhadap produk tersebut. Strategi pemasaran adalah kumpulan petunjuk dan kebijakan yang digunakan secara efektif untuk mencocokkan program pemasaran (produk, harga, promosi dan distribusi) dengan peluang pasar sasaran guna mencapai sasaran usaha.[5]
Dalam membuat strategi pemasaran ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menyusun sebuah strategi pemasaran yang baik seperti berikut ini:[6]
                1.       Pembuatan Sasaran Pemasaran
Menurut Bygrave dalam membuat sasaran pemasaran haruslah mengetahui pasar sasaran dari segi penjualan, kontribusi laba dan tujuan kualitatif seperti membangun citra. Sasaran pasar harus juga dapat diukur agar evaluasi perkembangan hasil mudah dilakukan.
                2.       Formulasi Strategi Pasar
Menurut Bygrave dalam bukunya The Portable MBA in Entrepreneurship dikatakan bahwa untuk membuat formulasi pemasaran kita harus tahu bagaimana sasaran pasar yang ditargetkan dan untuk menentukan startegi pemasaran yang efektif ada beberapa variabel yang bisa digunakan:
a.       Produk barang/jasa yang ditawarkan
b.      Harga yang ditawarkan
c.       Saluran distribusi yang digunakan (grosir, ditributor, pengecer) agar produk tersedia bagi para konsumen
d.      Promosi, iklan, personal selling dan publikasi
Jika variabel diatas sudah terpenuhi kita bisa dengan mudah menyusun formulasi pemasaran sesuai target pasar yang dituju.
                3.       Perumusan Program Pemasaran
Langkah-langkah untuk merumuskan program pemasaranbagi suatu pasar:
a.       Menentukan besaran anggaran pemasaran
b.      Mengalokasikan anggaran pemasaran kedalam variabel-variabel pemasaran
c.       Menentukan penggunaan sumber daya terbaik untuk setiap variabel pemasaran
Setelah melakukan langkah-langkah diatas kita juga harus menentukan besaran tingkat kepentingan dan kombinasi variabel pemasaran yang akan mendatangkan laba yang paling menguntungkan setelah menguranginya dengan biaya pemasaran serta juga memperkirakan sambutan pasar sasaran terhadap alternatif pemasaran.
                4.       Keputusan Taktis-Strategi Pemasaran
Formulasi strategi pemasaran berakhir dengan adanya keputusan taktis-strategi pemasaran yang merupakan kerangka kerja yang luas dan berjangka panjang untuk tindakan pemasaran yang mnjadi petunjuk tindaklan pemasdaran sehari-hari. Keputusan tersebut ialah:
a.       Keputusan produk yaitu keputusan yang berkenaan dengan penetapan produk yang secara potensial dinilai oleh pasar sasaran atas kualitasnya yakni perpaduan manfaat atau kepuasan yang ditimbulkan, atribut produk yang dibawa dan juga perluasan produk
b.      Keputusan penetapan harga, keputusan ini memasukkan faktor biaya, persaingan dan permintaanpenentuan harga ditetapkan setelah memantau harga pesaing agar harga yang ditentukan kompetitif
c.       Keputusan distribusi, disini diputuskan jaringan distribusi yang efektif dan efisienuntuk menghubungkan produsen dengan konsumen tanpa harus mendzalimi pesaingnya.
d.      Keputusan promosi dapat dikombinasikan dengan penggunaan keempat elemen berikut, promosi penjualan, iklan, publisitas dan penjualan personal
Keputusan taktis-strategi pemasaran ini dapat diimplementasikan dalam bentuk penggambaran tugas, mengembangkan jadwal waktu dan anggaran dengan penugasan atas berbagai tanggung jawab.
Strategi pemasaran sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Rasulullah SAW berikut strategi pemasaran versi Rasulullah SAW:  [7]
              1.         Segmentasi Geografis yaitu membagi pasar menjadi unit-unit geografis berbeda. Misal wilayah, negara, provinsi, kota, kepulauan dan berdasarkan musim. Pada musim panas biasanya mereka berdagang sampai Busra (Syria). Pada musim dingin mereka berdagang sampai Yaman. Demikian pula yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, terutama sebelum pada masa kenabian.
              2.         Segmentasi demografi yang dilakukan Muhammad adalah pasar yang dikelompokkan berdasarkan keluarga, kewarganegaraan dan kelas sosial. Untuk keluarga, Muhammad menyediakan produk peralatan rumah tangga. Sedangkan produk yang dijual Nabi untuk warga negara asing di Busra terdiri dari kismis, parfum, kurma kering, barang tenunan, batangan perak dan ramuan.
              3.         Segmentasi psikografi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah mengelompokkan pasar dalam gaya hidup, nilai dan kepribadian. Gaya hidup ditunjukkan oleh orang yang menonjol daripada kelas sosial. Minat terhadap suatu produk dipengaruhi oleh gaya hidup, maka barang yang dibeli oleh orang-orang tersebut untuk menunjukkan gaya hidupnya.
              4.         Segmentasi perilaku yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah dengan membagi kelompok berdasarkan status pemakai, kejadian, tingkat penggunaan, status kesetiaan, tahap kesiapan pembeli dan sikap.

C.      PRINSIP PEMASARAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
1.      Prinsip Internal (individu pelaku usaha/marketer)
Dalam syariah marketing, seluruh proses baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang islami. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimpangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi atau dalam proses suatu bisnis, maka bentuk transaksi apa pun dalam pemasaran dapat diperbolehkan.
Berikut 4 karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar:[8]
1.        Teistis (rabbaniyyah)
Dalam marketing syariah yang menjadi pembeda dengan marketing konvensional ialah sifat religiusitasnya (Diniyah). Kondisi ini tidak tercipta karena keterpaksaan, tetapi berangkat dari kesadaran akan nilai-nilai religious, yang dipandang penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok ke dalam perbuatan yang dapat merugikan orang lain.
Jiwa seorang syariah marteker meyakini bahwa hukum-hukum syariat yang teistis atau bersifat ketuhanan ini adalah hukum yang paling adil, paling sempurna, paling selaras dengan segala bentuk kebaikan, memusnahkan kebatilan dan menyebarluaskan kemaslahatan. Seorang marketer syariah  meyakini bahwa Allah swt. Selalu dekat dan mengawasinya ketika dia sedang melaksanakan segala macam bentuk bisnis. Dia pun yakin bahwa allah swt. Akan meminta pertanggungjawaban darinya atas pelaksanaan syariat itu pada hari ketika semua orang dikumpulkan untuk diperlihatkan amalnya di hari kiamat.
Seorang syariah marketer akan segera mematuhi hukum-hukum syariah, dalam segala aktivitasnya sebagai seorang pemasar. Mulai dari melakukan strategi pemasaran, memilah-milah pasar (segmentasi), memilih pasar mana yang harus menjadi fokusnya (targeting), sehingga menetapkan identitas perusahaan yang harus senantiasa tertanam dalam benak pelanggannya (positioning).
Syariah marketing sangat peduli dengan nilai (value). Syariah marketing haruslah memiliki value yang lebih tinggi. Ia harus memiliki merek yang lebih baik, karena bisnis syariah adalah bisnis kepercayaan, bisnis berkeadilan, dan bisnis yang tidak mengandung tipu muslihat di dalamnya. Syariah marketer selain tunduk kepada hukum-hukum syariah, juga senantiasa menjauhi segala larangan-larangannya dengan sukarela. Hati adalah sumber pokok bagi segala kebaikan dan kebahagiaan seseorang. Bahkan, bagi seluruh makhluk yang dapat berbicara, hati merupakan kesempurnaan hidup dan cahayanya. Allah berfirman, “Dan apakah seorang yang sudah mati, kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya yang terang, yang demikian cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?”(QS. Al- An’am [6]: 122)
2.        Etis (akhlaqiyyah)
Selain Teistis (rabbaniyyah), syariah marketer juga mengedepankan masalah akhlak (moral,etika) dalam seluruh aspek kegiatannya. Beberapa kasus korupsi dinegara kita menunjukkan bahwa nilai-nilai etika dan moral sudah tidak lagi menjadi pedoman dalam berbisnis. Segala cara dihalalkan asalkan bisa mendapatkan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya.
Sifat etis ini sebenarnya merupakan turunan dari sifat teistis. Dengan demikian, syariah marketing adalah konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tidak peduli apa pun agamanya. Karena nilai-nilai moral dan etika adalah nilai yang bersifat universal yang diajarkan oleh semua agama.
Rasulullah saw. Pernah bersabda kepada umatnya, “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”Karena itu, sudah sepatutnya ini bisa menjadi panduan bagi syariah marketer untuk selalu memelihara moral dan etika dalam setiap tutur kata, perilaku, dan keputusan-keputusannya.
Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah Swt. Memberikan petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak (moral, etika), maupun syariah. Dua komponen pertama, akidah dan akhlak (moral, etika) bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apa pun dengan berbedanya waktu dan tempat. Sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban manusia, yang berbeda-beda sesuai dengan rasulnya masing-masing.
3.        Realistis (al-waqi’iyyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang eksklusif dan kaku. Syariah marketing adalah konsep pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah islamiyah yang melandasinya.
Syariah marketer bukanlah berarti para pemasar harus berpenampilan ala bangsa Arab dan mengharamkan dasi karena dianggap merupakan simbol masyarakat Barat, misalnya Syariah Marketer adalah para pemasar profesional dengan penampilan yang bersih, rapi, dan bersahaja, apa pun model atau gaya berpakaian yang dikenakannya. Mereka bekerja dengan profesional dan mengedepankan nilai-nilai religius, kesalehan, aspek moral dan kejujuran dalam segala aktivitas pemasarannya.
4.        Humanistis (insaniyyah)
Humanistis (insaniyyah) adalah bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya dapat terkekang dengan panduan syariah. Dengan demikian, dengan nilai humanistis menjadikan manusia terkontrol dan seimbang, bukan manusia yang serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukan menjadi manusia yang bisa bahagia di atas penderitaan orang lain atau manusia yang hatinya kering dengan kepeduliaan sosial.
Syariat islam adalah syariah humanistis. Syariat islam diciptakan untuk manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna kulit, kebangsaan, dan status sosial.

2.      Prinsip Eksternal
Berikut prinsip-prinsip pemasaran dalam perspektif syariah dan bagaimana menjadi sebuah perusahaan pemasaran (marketing company) berbasiskan syariah.
Ada 17 prinsip syariah marketing sebagai berikut:
Prinsip #1  : Information Technology Allows Us to be Transparent (Change)
Prinsip #2  : Be Respectful to Your Cmpetitors (Competitor)
Prinsip #3  : The Emergence of Customers Global Paradox (Customer)
Prinsip #4  : Develop A Spiritual-Based Organization (Company)
Prinsip #5  : View market Universally (Segmentation)
Prinsip #6  : Target Customer’s Heart and Soul (Targeting)
Prinsip #7  : Build A Belief System (positoning)
Prinsip #8   : Differ Yourself With A Good Package of Content and Context (Differentiation)
Prinsip #9   : Be Honest with your 4 Ps (Marketing Mix)
Prinsip #10 : Practice A Relationship-Based Selling (Selling)
Prinsip #11 : Use A Spiritual Brand Character (Brand)
Prinsip #12 : Services Should Have The Ability to Transform (Service)
Prinsip #13 : Pratice A Reliable Business Process (Process)
Prinsip #14 : Create Value to Your Stakeholders (Scorecard)
Prinsip #15 : Create A Noble Cause (Inspiration)
Prinsip #16 : Develop An Ethical Corporate Culture (Culture)
Prinsip #17 : Measurement Must Be Clear and Transparent (Institution).
Lanskap Bisnis Syariah Marketing
Prinsip #1: Information Technology Allows Us To be Transparent (Change)
            Perubahan adalah suatu hal yang pasti akan terjadi. Oleh karena itu, perubahan perlu disikapi dengan cermat. Kekuatan perubahan terdiri dari lima unsur perubahan teknologi, perubahan politik legal, perubahan sosial kultural, perubahan ekonomi, dan perubahan pasar. Dalam prinsip yang membahas perubahan (change) ini hanya ditekankan perubahan pada bidang teknologi. Perubahan-perubahan di bidang lain politik legal, sosial budaya, ekonomi, dan pasar walaupun memang juga berperan penting dalam syariah marketing, sudah banyak dibahas oleh pihak lain; misalnya saja peraturan-peraturan yang menyangkut perbankan syariah. Atau, perkembangan industri perbankan syariah ini di indonesia yang semakin pesat.[9]
Prinsip #2: Be Respectful to Your Competitors (Competitor)
            Dalam menjalankan syariah marketing, perusahaan harus memerhatikan cara mereka menghadapi persaingan usaha yang serba dinamis. Globalisasi dan perubahan teknologi menciptakan persaingan usaha yang ketat. Pasar menjadi semakin kompleks dan tidak mudah ditebak. Informasi yang mudah didapat menjadikan perusahaan dengan mudahnya mengakses info mengenai pesaing dan persaingan. Perang yang terjadi di pasar menjadi semakin terbuka akibat pengaruh dari perkembangan komunikasi. Seperti yang disebut dalam buku Wharton on Dynamic Competitive Strategy, As market boundaries become more blured, bringing new outsiders into once stable industries, competition has become more complex and multi dimensionl. “Karena itu, persaingan usaha yang terjadi harus disikapi dengan pandangan dan cara-cara positif.[10]
Prinsip #3: The Emergence of Customers Global Paradox (Customers)
            Pengaruh inovasi teknologi mendasari terjadinya perubahan sosial budaya. Hal ini bisa kita lihat dari lahirnya revolusi dalam bidang teknologi informasi dan telekomunikasi yang mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat. Contoh yang paling nyata adalah kehadiran internet yang membawa perubahan pada segala sektor kehidupan manusia.
            Maka, pelanggan saat ini tidak saja membeli apa yang dibutuhkan, melainkan juga sudah memiliki keinginan dan harapan atas suatu produk  atau jasa yang akan mereka beli. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya akses informasi dan maki beragamanya pilihan produk, sehingga membuat pelanggan akan mempunyai keinginan yang semakin spesifik dan harapan yang semakin tinggi.[11]
Prinsip#4: Develop A Spiritual-based Organization (Company)
            Dalam era globalisasi dan ditengah situasi serta kondisi persaingan usaha yang semakin ketat, perusahaan harus merenungkan kembali prinsip-prinsip dasar perusahaannya. Perusahaan-perusahaan  besar yang sukses di abad ke-21 ini umumnya dapat mendeteksi perubahan yang terjadi di pasar dan bagaimana mereka tetap konsisten untuk menjalankannya nilai-nilai dan prinsip dasar perusahaannya. General Electric, di bawah kepemimpinan jack Welch, berhasil menoreh sejarah sebagai salah satu perusahaan yang sukses karena prinsip dasar perusahaan yang dianutnya.
Syariah Marketing Strategy
Prinsip #5: View Market Universally (Segmentation)
            Segmentation adalah seni mengidentifikasikan serta memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar. Dan, pada saat yamg sama, ia adalah ilmu untuk melihat pasar berdasarkan variabel-variabel yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam melihat pasar, perusahaan harus kreatif dan inovatif menyikapi perkembangan yang sedang terjadi, karena segmentasi merupakan langkah awal yang menentukan keseluruhan aktivitas dalam mengalokasikan sumber daya. Dengan cara-cara yang kreatif dalam membagi-bagi pasar ke dalam beberapa segmen, perusahaan dapat menentukan di mana mereka harus memberikan pelayanan terbaik dan di mana mereka mempunyai keungggulan kompetitif paling besar.
Prinsip #6: Target Customer’s Heart and Soul (Targeting)
            Setelah membagi-bagi dan memetakan pasar dalam beberapa segmen, selanjutnya yang dilakukan adalah penentuan target pasar yang akan dibidik. Targeting adalah strategi mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif, karena sumber daya yang dimiliki terbatas. Dengan menetukan target yang akan dibidik, usaha kita akan lebih terarah. Bisa diambil contoh perbedaan antara Rambo dengan penembak jitu (sniper). Dalam menembak musuhnya, Rambo menggunakan senapan mesin yang membidik secara acak sehingga tidak efektif dan efisien. Sedangkan penembak jitu membidik musuhnya secara benar-benar fokus, sehingga upaya yang dikeluarkannya efektif dan efisien. Untuk itulah perusahaan perlu membidik pasar yang akan dimasuki yang tentunya harus sesuai dengan keunggulan daya asing (competitive advantage) yang dimiliki perusahaan.
Prinsip #7: Build A Belief system (Positioning)
            Selanjutnya, strategi yang harus dirumuskan adalah bagaimana membuat Positioning yang tepat bagi perusahaan dan produk-produk syariah anda. Positioning adalah strategi untuk merebut posisi di benak konsumen, sehinggga strategi ini menyangkut bagaimana membangun kepercayaan, keyakinan, dan kompetensi bagi pelanggan.
            Saat ini, konsumen memegang peranan kunci untuk pembelian dan pemakaian produk-produk anda. Tersedianya berbagai pilihan yang masing-masing mempunyai sisi positif dan negatifnya membuat konsumen selalu membanding-bandingkan produk yang ditawarkan perusahaan anda dengan yang lainnya. Untuk itulah, Positioning diperlukan agar citra terhadap produk atau perusahaan anda dapat terbentuk sesuai dengan niat dan tujuan dari perusahaan.
Syariah Marketing Tactic
Prinsip #8: Differ Yourself With Agood Package of Content and Context (Differentiation)
            Positioning adalah inti dari strategi, dan diferensiasi adalah inti dari taktik. Dasar dari semua aktivitas pemasaran yang ada diperusahaan akan berbasis pada diferensiasi yang ingin ditawarkan. Setelah citra yang ingin dibentuk dalam positioning telah terdefinisi, langkah selanjutnya adalah menyelaraskan taktik pemasaran dalam suatu diferensiasi.
Prinsip #9: Be Honest With Your 4 Ps (Marketing-Mix)
            Kita mengenal 4P sebagai marketing-mix, yang elemen-elemennya adalah product (produk), price (harga), place (tempat/distribusi), dan promotion (promosi) yang diperkenalkan oleh Jerome McCarthy. Product dan price adalah komponen dari tawaran (offers), sedangkan place dan promotion adalah komponen dari akses (acces). Karena itu, marketing-mix yang dimaksud adalah bagaimana mengintegrasikn tawaran dari perusahaan (company’s offers). Proses mengintergrasikan ini menjadi kunci suksesnya usaha pemasaran dari perusahaan anda. Untuk itu, kami juga menyebutnya sebagai creation tactic karena marketing-mix ini haruslah berdasarkan penciptaan diferensiasi dari sisi content, context, dan infrastructure.
Prinsip #10: Practice A Relationship-based Selling (Selling)
            Elemen dari taktik yang terakhir adalah melakukan selling. Selling yang dimaksud di sini  bukanlah berarti aktivitas menjual produk kepada konsumen semata. Penjualan dalan arti sederhana adalah penyerahan suatu barang atau jasa dari penjual kepada pembeli dengan harga yang disepakati atas dasar sukarela. Sedangkan penjualan dalam arti luas adalah bagaiman a memaksimalkan kegiatan penjualan sehingga dapat menciptakan situasi yang win-win solution bagi si penjual dan pembeli
Syariah Marketing Value
Prinsip #11: Use A Spiritual Brand Character (Brand)
            Brand atau merek adalah suatu identitas terhadap produk atau jasa perusahaan anda. Brand mencerminkan nilai (value) yang anda berikan kepada konsumen. Seperti sudah dibahas sebelumnya, value didefinisikan sebagai Total Get dibagi dengan Total Give di mana Total Get terdiri dari komponen functional benefit dan emotional benefit, sedangkan Total Give terdiri dari komponen price dan other expenses.
Prinsip #12: Service Should Have the Ability to Transform (Service)
            Untuk menjadi perusahaan yang besar dan sustainable, perusahaan berbasis syariah marketing harus memerhatikan service yang ditawarkan untuk menjaga kepuasan pelanggannya. Perusahaan apa pun jenis dan industrinya harus menjadi pelayan bagi pelanggannya. Apalagi jika perusahaan itu sudah semakin besar, filosofis padi sepatutnya diterapkan, semakin tinggi harus semakin meruduk.
Prinsip #13: Practice A Reliable Bussines Process (Process)
            Prinsip terakhir dalam Syriah Marketing Value adalah proses. Proses mencerminkan tingkat quality, cost, dan delivery yang sering disingkat sebagai QCD. Kualitas suatu produk ataupun servis tercermin dari proses yang baik, dari proses produksi sampai delivery kepada konsumen secara tepat waktu dengan biaya yang efektif dan efisien.
Syariah Marketing Scorecard
Prinsip #14: Create A Balanced Value To Your Stakeholders
            Prinsip dalam syariah marketing adalah menciptakan value bagi para stakeholders-nya. Kemampuan perusahaan untuk menciptakan value bagi para stakeholdersnya ini akan menetukan kelangsungan hidup perusahaan.
Syariah Marketing Enterprise
Prinsip #15: Create A Noble Cause (Inspiration)
            Setiap perusahaan, layaknya manusia, haruslah memiliki impian (dream). Untuk mencapai kesuksesan, anda harus punya impian tentang apa yang akan anda capai. Impian inilah yang akan membimbing anda sepanjan perjalanan untuk mewujudkan goals anda.
Prinsip #16: Develop An Ethical Corporate Culture (Culture)
            Pada perusahaan berbasis syariah, budaya perusahaan yang berkembang dalam perusahaannya sudah pasti berbeda denganperusahaan konvensional. Para karyawannya wajib menjaga hubungan antar sesama, dari mulai tingkat paling atas (manajerial) sampai tingkat paling bawah (staf). Seluruh pola, perilaku, sikap, dan aturan-aturan dalam perusahaan itu harus mampu mencerminkaan nilai-nilai syariah.
Prinsip #17: Measurement Must Be Clear and Transparent (institution)
            Prinsip yang terakhir, yang terperting, adalah bagaimana anda membangun organisasi/institusi anda sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Organisasi sebagai kendaraan dalam menunaikan visi dan misi yang telah ditetapkan harus memiliki struktur yang baik dan target yang jelas untuk setiap milestone dari sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Jika organisasi anda kuat, kordinasi kerja dalam organisasi anda tidak hanya akan lebih efisiensi dan efektif, tetapi organisasi anda juga akan mampu merespon secara cepat terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis.



[1] Rhenad Kasasi dkk, MODUL KEWIRAUSAHAAN, Untuk Program Strata 1, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2010), hal 143.
[2] Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal 158.
[3] Rhenad Kasasi dkk,.... hal 144.
[4] M.I. Yusanto dan M.K. Widjajakusuma....hal 87.
[5] .I. Yusanto dan M.K. Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal. 169
[6] Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hal. 166-174.
[7] Thorik Gunara dan Utus Hardiono Sudibyo, Marketing Muhammad SAW; Strategi Andal dan Jitu Praktik Bisnis Nabi Muhammad SAW, (Bandung: Salamadani, 2008), hal. 68.
[8] Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung: Mizan Media Utama, 2006), hal. 28.
[9] Alvin Toffler, The  Third Wafe, (Bantam Doubleday Dell Publishing Group, 1981).
[10] George S. Day dan David J. Reibstein (Editor), Wharton on Dynamic Competitive Strategy, Wiley, (1997).
[11] John Naisbitt, Megatrends 2000, Wlliam Morrow & Company, Inc., 1991.

0 comments :

Post a Comment